Ekbis  

Kinerja Emiten Semen Tertekan Hingga Kuartal III 2024, Peluang Pemulihan di 2025?

Kinerja Emiten Semen Tertekan Hingga Kuartal III 2024, Peluang Pemulihan di 2025. foto dok bareksa.com

JagatBisnis.com – Industri semen di Indonesia masih menghadapi tantangan besar hingga kuartal III 2024. Sejumlah emiten besar di sektor ini mencatatkan penurunan pendapatan, meskipun ada indikasi pemulihan di beberapa area. Penurunan kinerja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk lesunya industri properti, tingginya suku bunga, serta kondisi oversupply yang masih berlangsung di pasar semen domestik.

Kinerja Emiten Semen di Kuartal III 2024

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) melaporkan pendapatan neto sebesar Rp 13,32 triliun pada kuartal III 2024, naik 3,03% YoY dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp 12,92 triliun. Namun, meski pendapatan mengalami peningkatan, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk justru mengalami penurunan signifikan sebesar 16,67% YoY, menjadi Rp 1,05 triliun pada September 2024, dibandingkan dengan Rp 1,26 triliun pada kuartal III 2023.

Sementara itu, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), yang merupakan produsen semen terbesar di Indonesia, melaporkan pendapatan sebesar Rp 26,29 triliun, turun 4,93% YoY dibandingkan dengan Rp 27,66 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih SMGR pun merosot tajam sebesar 58% YoY, tercatat hanya Rp 719,72 miliar, dibandingkan dengan Rp 1,71 triliun pada kuartal III 2023.

Di sisi lain, PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT), produsen semen yang lebih kecil namun signifikan, mengalami kerugian sebesar Rp 176,7 miliar per kuartal III 2024. Ini berbanding terbalik dengan pendapatan operasi lain yang tercatat Rp 3,20 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga :   PGN Raih Laba Bersih Rp 4,33 Triliun di Tahun 2023, Melonjak 224 Persen

Penurunan Penjualan dan Dampak Pasar

Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja emiten semen adalah permintaan semen yang lesu, terutama di segmen semen kantong, yang umumnya digunakan dalam konstruksi perumahan. Selain itu, kondisi oversupply di pasar semen domestik membuat persaingan antar produsen semakin ketat, yang berdampak pada penurunan volume penjualan.

Cemindo Gemilang mengungkapkan bahwa meski ada peningkatan volume penjualan secara kuartalan, terutama di Pulau Sumatra, kinerja semen kantong tetap tertekan. Di pasar Vietnam, anak perusahaan CMNT juga mengalami penurunan, meskipun ada tanda-tanda pemulihan pasar semen domestik Vietnam. Badai topan yang melanda Vietnam pada September 2024 juga memperlambat aktivitas konstruksi di negara tersebut.

Meskipun demikian, manajemen CMNT mencatatkan adanya peningkatan permintaan semen di beberapa wilayah, dengan penjualan meningkat sebesar 31% pada kuartal III 2024 dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara keseluruhan, pasar semen domestik Indonesia tercatat mengalami kenaikan moderat sebesar 0,82% hingga September 2024, meskipun tidak sepenuhnya mampu mendongkrak pendapatan industri semen.

Peluang dan Tantangan ke Depan

Menurut Miftahul Khaer, analis dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, meskipun kinerja emiten semen tertekan pada kuartal III 2024, ada sejumlah peluang pemulihan yang bisa memberikan dampak positif pada periode mendatang. Salah satunya adalah program pembangunan 3 juta rumah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini berpotensi meningkatkan permintaan semen, terutama untuk proyek-proyek perumahan rakyat, yang bisa menjadi katalis positif bagi sektor semen.

Baca Juga :   BNI Raup Laba Bersih Rp20,9 Triliun, Tumbuh 14,2%

Selain itu, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek infrastruktur besar lainnya juga dapat menjadi pendorong bagi permintaan semen dalam jangka panjang. Miftahul menambahkan bahwa pelonggaran suku bunga yang bisa terjadi jika The Fed menurunkan suku bunga juga akan memberikan dampak positif bagi sektor properti, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan semen.

Namun, tantangan terbesar yang masih membayangi adalah oversupply di pasar semen domestik, yang membuat produsen harus bekerja lebih keras untuk menjual produk mereka. Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment di Nawasena Abhipraya Investama, mengungkapkan bahwa selain oversupply, tingginya harga batubara juga menjadi faktor pembebani kinerja emiten semen, karena biaya produksi yang tinggi mengurangi margin laba.

Sentimen Pasar dan Prospek Saham

Meskipun ada peluang pemulihan di sektor semen, sentimen pasar untuk saham-saham emiten semen domestik masih tertekan. Saham INTP tercatat turun 26,86% YTD, SMGR turun 43,59% YTD, dan CMNT turun 13,39% YTD. Penurunan saham ini mencerminkan kinerja operasional yang kurang menggembirakan serta kurangnya sentimen positif di awal tahun yang mendorong pergerakan harga saham.

Baca Juga :   Laba Bersih Semen Indonesia Turun 8,2% di 2023, Ada Apa?

Dari sisi valuasi, Miftahul menilai bahwa saham SMGR dan INTP masih terbilang fair dan tidak menawarkan value yang menarik bagi investor saat ini. Oleh karena itu, ia merekomendasikan wait and see untuk saham-saham tersebut, sembari menunggu perbaikan kinerja dan pergerakan harga saham yang lebih menggembirakan.

Namun, Kiswoyo memberikan rekomendasi buy on weakness untuk INTP dan SMGR dengan target harga yang lebih rendah dari harga saat ini. Ia memperkirakan bahwa pemotongan suku bunga yang mungkin terjadi pada 2025 dapat menjadi pendorong positif bagi sektor semen, meskipun dampaknya baru akan terasa pada akhir tahun depan.

Kesimpulan

Industri semen domestik masih berada dalam kondisi yang menantang pada kuartal III 2024, dengan penurunan pendapatan dan laba yang dialami oleh emiten-emiten besar seperti Indocement, Semen Indonesia, dan Cemindo Gemilang. Meski demikian, ada beberapa peluang pemulihan yang bisa mendorong kinerja sektor ini di masa depan, terutama melalui program infrastruktur pemerintah dan penurunan suku bunga. Investor disarankan untuk memantau perkembangan ini dengan strategi wait and see atau buy on weakness, tergantung pada pergerakan pasar yang akan datang. (Hky)