JagatBisnis.com – Energi panas bumi memainkan peran vital dalam mencapai ketahanan energi nasional Indonesia. Target pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) nasional ditetapkan mencapai 10,5 GW pada tahun 2035. Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), Julfi Hadi, menegaskan komitmen perusahaan untuk mengembangkan kapasitas PLTP guna memenuhi target tersebut.
Potensi dan Target Pengembangan
Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, dengan potensi mencapai 23,7 GW, tetapi pemanfaatannya masih rendah, sekitar 2,2 GW. Dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan, PGE menargetkan peningkatan kapasitas sebesar 1 GW, dengan tambahan 1,5 GW pada tahun 2030. Untuk mencapai target ini, investasi diperkirakan mencapai US$ 17 miliar hingga US$ 18 miliar.
Manfaat Lingkungan dan Ekonomi
Energi panas bumi diperkirakan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca tahunan sebesar 18-20 juta m³ CO₂. Selain itu, sektor ini berpotensi menciptakan sekitar 1 juta pekerjaan baru, memberikan dampak positif pada perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar proyek.
Tantangan dalam Pengembangan
Namun, pengembangan energi panas bumi tidak tanpa tantangan. Risiko pengeboran yang tinggi, di mana hasil eksplorasi seringkali lebih rendah dari yang diharapkan, serta proses yang memakan waktu hingga 15 tahun untuk komersialisasi, menjadi hambatan signifikan. Regulasi yang kompleks dan perizinan yang lambat juga menghalangi investasi.
Dukungan Kebijakan dan Kolaborasi
Dina Nurul Fitria, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan industri untuk mengatasi tantangan tersebut. Kepastian regulasi dan insentif untuk pengembangan energi terbarukan, termasuk panas bumi, sangat diperlukan. Inventarisasi sumber daya energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia juga menjadi langkah penting untuk mencapai target bauran energi nasional.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyoroti bahwa biaya operasional PLTP jauh lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik berbasis fosil, dengan rata-rata Rp 107,15/kWh. Namun, tantangan regulasi dan biaya awal yang tinggi masih menjadi kendala bagi banyak investor.
Peluang Produk Turunan
Komaidi mencatat bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk turunan dari panas bumi, seperti green hydrogen dan ekstraksi silika, yang dapat meningkatkan keekonomian proyek. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci untuk mewujudkan potensi ini.
Kesimpulan
Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, energi panas bumi dapat berperan strategis dalam mencapai ketahanan energi Indonesia dan mendukung transisi menuju energi bersih. (hky)