JagatBisnis.com – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) melaporkan bahwa kerugian yang dicatat pada semester I 2024 meningkat tajam, mencapai US$100,35 juta, naik 31,39% dibandingkan dengan kerugian US$76,38 juta pada periode yang sama tahun lalu. Kerugian ini juga lebih besar dibandingkan kuartal I 2024, yang tercatat sebesar US$86,82 juta. Penyebab utama dari kerugian ini adalah beban usaha perusahaan yang terus melonjak.
Meski mengalami kerugian, Garuda Indonesia mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang positif. Pendapatan konsolidasi tumbuh 18,27% secara tahunan, meningkat dari US$1,37 miliar menjadi US$1,62 miliar. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan signifikan dalam pendapatan penerbangan berjadwal (15,72%), penerbangan tidak berjadwal (24,94%), dan pendapatan lainnya (33,01%).
Direktur Utama GIAA, Irfan Setiaputra, menjelaskan bahwa peningkatan kapasitas produksi dan aktivitas perjalanan udara di sepanjang tahun 2024 juga turut meningkatkan beban usaha perusahaan. “Hal ini membuat porsi beban usaha lebih tinggi dibandingkan pendapatan usaha kami,” ungkapnya.
Beban usaha Garuda Indonesia selama semester I 2024 mencapai US$1,53 miliar, meningkat 23,31% dari US$1,24 miliar pada tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti lonjakan beban pemeliharaan dan perbaikan yang melonjak 61,5%, terutama akibat biaya spare part yang meningkat seiring banyaknya aktivitas reaktivasi mesin. Selain itu, biaya bahan bakar juga naik 22%, dan beban pelayanan penumpang serta personel meningkat masing-masing sebesar 33,35% dan adanya pajak natura.
Namun, di tengah tantangan tersebut, jumlah penumpang Garuda Indonesia secara grup mengalami pertumbuhan yang signifikan, naik 27% dibandingkan semester I 2023, dengan total 11,5 juta penumpang. Penumpang Garuda Indonesia sendiri meningkat 45,17% menjadi 5,27 juta, sementara Citilink mencatat kenaikan 15,49% dengan 6,27 juta penumpang.
Irfan menyatakan keyakinannya bahwa Garuda Indonesia akan mampu memperkuat kinerja melalui pengoptimalan momen peak season libur Natal dan Tahun Baru, serta berbagai acara nasional dan internasional. “Dengan inisiatif untuk meningkatkan frekuensi penerbangan dan memperluas jaringan, kami optimis dapat memanfaatkan perkembangan positif dalam industri penerbangan di Indonesia,” katanya.
Garuda Indonesia juga berkomitmen untuk memperbaiki struktur permodalan dengan melunasi sebagian surat utang dan sukuk. Selain itu, perusahaan ini menerapkan berbagai inisiatif penghematan biaya, termasuk efisiensi bahan bakar dan cost leadership pada layanan.
Dalam upaya meningkatkan aksesibilitas, Garuda Indonesia terus berdiskusi dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan skema tarif tiket yang sesuai dengan harapan masyarakat. Dengan optimisme dan strategi yang tepat, Garuda Indonesia berharap dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan pariwisata Indonesia di tahun 2024 dan melanjutkan perjalanan menuju kinerja yang lebih baik. (Mhd)