JagatBisnis.com – Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengusulkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek telah memicu penolakan dari berbagai pihak, terutama petani cengkeh dan tembakau. Kebijakan ini dipandang sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan industri tembakau nasional dan kehidupan para petani di Indonesia.
Suara Petani Tembakau
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat, Sahminudin, menyoroti bahwa dorongan untuk menerapkan kemasan polos merupakan bagian dari agenda kelompok anti-tembakau yang berusaha mempengaruhi kebijakan di tingkat pusat dan daerah. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga berdampak pada pabrik rokok dan seluruh rantai produksi serta distribusi tembakau.
Sahminudin memperingatkan bahwa kebijakan kemasan polos akan mengurangi daya saing produk tembakau Indonesia di pasar domestik dan internasional, yang berpotensi memengaruhi harga jual tembakau dan cengkeh. “Dampaknya bersifat multi-efek, tidak hanya menyasar petani tembakau, tetapi juga petani cengkeh dan pabrikan,” ujarnya.
Aspirasi Petani dari Aceh
Ketua DPD APTI Aceh Tengah, Hasiun, juga menyampaikan keluhan serupa, mengkritik kurangnya dukungan pemerintah terhadap keberlanjutan mata pencaharian petani tembakau. Ia meminta pemerintah untuk mendengarkan aspirasi petani, mengingat Aceh memiliki lahan yang luas dan ideal untuk budidaya tembakau.
Hasiun menekankan bahwa para petani di Aceh tidak dilibatkan dalam perumusan regulasi yang berdampak besar pada kehidupan mereka. “Peraturan yang dibuat tidak mencerminkan kondisi di lapangan, sehingga tidak relevan dengan kebutuhan kami,” tambahnya.
Kritik dari Jawa Barat
Perwakilan DPD APTI Jawa Barat, Undang Herman, juga memberikan kritik tajam terkait keberadaan pasal-pasal pertembakauan dalam PP 28/2024 yang masih menjadi polemik. Ia menegaskan bahwa regulasi yang tidak melibatkan masukan dari petani justru dapat mengancam keberlangsungan industri tembakau di daerah tersebut.
Kesimpulan
Penolakan terhadap kebijakan kemasan polos rokok menunjukkan bahwa perubahan regulasi harus melibatkan semua pihak, terutama petani yang menjadi ujung tombak industri ini. Keberlangsungan hidup para petani, pabrik rokok, dan stabilitas ekonomi negara dapat terancam jika kebijakan yang diterapkan tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan di lapangan. Para petani berharap pemerintah dapat lebih mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan dampak dari setiap regulasi yang diusulkan. (Zan)