Menyetarakan Tembakau Dan Narkotika, Adalah Diskriminatif Dan Kriminalisasi Menurut DPR

JagatBisnis.comRUU Kesehatan yang akan di luncurkan Kemenkes mulai banyak pertentangan khususnya pasal tembakau yang saat ini di bahas di DPR RI.

Pemerintah akan memasukkan hasil tembakau sebagai zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Namun demikian, sejumlah anggota DPR tak setuju dengan penyamaan tersebut.

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP, Vita Ervina, menyebutkan tembakau merupakan tanaman legal yang peredaran dan produksinya sah secara hukum. Dia menegaskan, nikotin tidak sama seperti kafein yang terdapat dalam kopi, teh, dan minuman energi. Oleh karena itu, tidak seharusnya tembakau dan hasil olahannya diletakkan atau didefinisikan sejajar dalam pasal yang sama dengan narkotika dan psikotropika.

“Zat adiktif pada rokok tidak sebanding dengan zat adiktif yang terdapat pada narkotika seperti morfin, heroin, kokain dan ganja. Sangat berbahaya jika disamakan dengan narkotika,” ujar Vita dalam keterangannya, Senin (22/5).

Baca Juga :   Tarik Ulur RUU Kesehatan dan Pengusaha Tembakau

Penyetaraan hasil tembakau dengan zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika di Omnibus Law Kesehatan terdapat pada pasal 154. Dalam pasal ini, pemerintah mengatur terkait produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif yakni hasil tembakau, narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Menurut Vita, pasal yang menyamakan hasil tembakau dengan zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika cenderung diskriminatif, tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, bahkan berpotensi menimbulkan kriminalisasi bagi petani, pekerja, buruh, konsumen atau seluruh ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).

Baca Juga :   Raker dengan Menkeu, PKS Soroti Kenaikan Cukai Tembakau Tidak Berdampak pada Kesejahteraan Petani

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Golkar, M. Yahya Zaini, juga tak setuju dengan penyamaan hasil tembakau dengan zat adiktif. Menurutnya, pasal terkait hasil tembakau harus keluar dari RUU Kesehatan atau setidaknya membatalkan penyetaraan hasil tembakau dalam zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika.

”Industri tembakau banyak membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” tegasnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PPP, Muslich Zainal Abidin, juga menyuarakan pendapat serupa. Menurutnya, perbedaan antara rokok dengan kedua zat ini bahkan sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi lewat tiga putusan yakni Nomor 6/PUU-VII/2009, 34/PUU-VIII/2010, dan 71/PUU-XI/2013.

Menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika itu sangat tidak tepat dan sebuah penyesatan karena adiksi yang terdapat pada tembakau tidak sama dengan narkotika dan psikotropika,” katanya.

Baca Juga :   Efektifkah Rehabilitasi Bagi Pencandu Narkotika

Sementara itu, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, menilai penyetaraan hasil tembakau dengan zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika akan berimbas ke pekerja tembakau. Tak hanya itu, hal ini juga dikhawatirkan mengurangi penerimaan negara dari sisi cukai hasil tembakau.

“Ketentuan tersebut harus dihapus, karena tidak memenuhi rasa keadilan. Tembakau ini merupakan produk yang legal. Saya sebagai wakil rakyat yang notabene di wilayah saya banyak industri dan petani tembakau, saya punya kewajiban untuk menyampaikan kepada negara dan pemerintah agar ketentuan tersebut dihapus,” ungkapnya.(den)

MIXADVERT JASAPRO