Peluang PHK di Industri Rokok Pasca PP No. 28 Tahun 2024.

Peluang PHK di Industri Rokok Pasca PP No. 28 Tahun 2024. foto dok kominfo.jatimprov.go.id

JagatBisnis.com – Peluang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok menjadi semakin nyata setelah penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan, mengungkapkan bahwa pengurangan penjualan dan produksi rokok akan mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi, yang bisa berujung pada PHK.

Dampak Penurunan Penjualan

Merrijantij menjelaskan bahwa jika pasar rokok menyusut, produksi yang berkurang akan memaksa perusahaan untuk menyesuaikan tenaga kerja mereka. “Efisiensi itu pada akhirnya akan melakukan efisiensi di tenaga kerja. Ada potensi ke sana. Nah itu yang tidak kita harapkan,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers pada 19 September 2024.

Baca Juga :   Ombudsman Terima Laporan 25.700 Pekerja di PHK dan Ratusan Ribu Dirumahkan

Meski demikian, Merrijantij juga menyoroti bahwa selama masa pandemi Covid-19, industri rokok berhasil bertahan tanpa melakukan PHK, bahkan mencetak keuntungan. “Kenapa setelah kita melewati pandemi malah dengan kebijakan sendiri kita menekan industri?” katanya, mempertanyakan kebijakan yang dianggapnya dapat merugikan sektor ini.

Baca Juga :   PT Bentoel Prima Meraih Sukses dengan Sertifikasi AEO untuk Ekspor Sigaret Perdana

Kontribusi Besar terhadap Pendapatan Negara

Menurut catatan Kemenperin, industri rokok menyumbang Rp213 triliun dalam bentuk cukai pada 2023, melebihi kontribusi dari BUMN yang hanya mencapai Rp80 triliun. Dengan tambahan pajak, total kontribusi industri ini diperkirakan mencapai Rp250 triliun. Merrijantij menyatakan, industri hasil tembakau adalah penyumbang terbesar ketiga bagi pendapatan negara dan memiliki dampak signifikan pada ekonomi masyarakat, termasuk petani, buruh, dan pedagang.

Solusi untuk Menjaga Pendapatan Negara

Menyikapi potensi penurunan pendapatan akibat kebijakan baru ini, Merrijantij meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memberikan solusi yang dapat menjaga stabilitas pendapatan negara. “Mungkin ada kebijakan lain yang bisa mendukung penambahan pendapatan negara untuk menutup kemungkinan penurunan penerimaan,” katanya, menekankan perlunya substitusi untuk menjaga keberlangsungan ekonomi industri ini.

Baca Juga :   Giliran PT PUMA PHK 1.200 Karyawannya

Dengan segala dinamika yang terjadi, masa depan industri rokok di Indonesia kini berada dalam ketidakpastian. Sementara itu, upaya untuk menemukan solusi yang seimbang antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. (Mhd)