JagatBisnis.com – Industri makanan dan minuman (mamin) Indonesia masih menghadapi ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor, sebuah tantangan besar yang memerlukan solusi bersama. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, menyoroti perlunya investasi sebagai salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan ini.
Strategi Mengurangi Ketergantungan Impor
Dalam acara peresmian Food Ingredients (FI) Asia Indonesia 2024 di JIExpo Kemayoran pada Rabu (4/9), Adhi Lukman menyatakan bahwa membuka keran investasi dari luar negeri adalah langkah penting untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan baku impor. “Kita berharap banyak investor masuk, khususnya dalam investasi bahan baku dan ingredient bahan intermediet,” ujar Adhi.
Bahan intermediet yang dimaksud termasuk zat pengawet, pewarna, dan bahan ekstraksi lainnya yang sering digunakan dalam industri mamin. Adhi menekankan bahwa banyak investor yang bisa mengolah bahan baku lokal menjadi bahan baku yang dibutuhkan di industri hilir, seperti pengawet dan pewarna. Investasi di sektor ini diharapkan dapat terus tumbuh untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Target Pengurangan Impor
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menetapkan target pengurangan penggunaan bahan baku impor sebesar 30% dari total yang digunakan saat ini. Namun, Adhi Lukman menegaskan bahwa target ini merupakan sasaran jangka menengah hingga panjang dan tidak bisa dicapai dalam waktu singkat. “Pak Menteri berharap pengurangan total impor di industri mencapai 30% lebih, tapi ini memerlukan waktu,” ungkapnya.
Untuk mendukung pencapaian target ini, Adhi meminta dukungan pemerintah dalam menciptakan strategi hilirisasi yang komprehensif, mulai dari sektor hulu hingga hilir. Kebijakan pemerintah harus selaras dengan target pengurangan ketergantungan impor agar dapat mendukung industri mamin secara efektif.
Upaya Pemerintah dalam Mendukung Kemandirian Industri Mamin
Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Kemenperin, Ignatius Warsito, menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah mendorong investasi dalam bahan baku untuk mendukung kemandirian sektor mamin. “Kami mendorong pabrikan bahan baku untuk mendukung industri makanan dan minuman. Kami melihat bahwa ada potensi penggunaan bahan baku lokal,” kata Ignatius.
Menurut Ignatius, persentase penggunaan bahan baku impor diperkirakan akan menurun seiring dengan berkembangnya pasar dan lamanya keberadaan perusahaan mamin di Indonesia. “Untuk pasar lama seperti Indomie, yang sudah eksis, pasti akan terjadi penurunan penggunaan bahan baku impor,” tambahnya.
Dukungan Kebijakan Pemerintah
Kemenperin mengidentifikasi industri mamin sebagai salah satu dari tujuh sektor prioritas dalam implementasi Program Industry 4.0. Pemerintah telah mengusulkan berbagai insentif, seperti tax holiday, tax allowance, dan super tax deduction, untuk mendorong investasi, penguasaan teknologi, dan penguatan struktur industri. Selain itu, kebijakan nonfiskal juga diambil, termasuk promosi produk makanan dan minuman melalui pameran di dalam dan luar negeri, serta dukungan untuk penelitian dan pengembangan.
Ketergantungan Bahan Baku Impor
Saat ini, ketergantungan industri mamin terhadap bahan baku impor masih sangat tinggi. Misalnya, ketergantungan terhadap bahan baku terigu dan gula industri mencapai 100%, garam industri sekitar 70%, serta bahan baku kedelai dan susu mencapai 80%. Angka-angka ini menunjukkan urgensi dari upaya yang diperlukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, baik oleh sektor industri maupun pemerintah, diharapkan ketergantungan terhadap bahan baku impor dapat berkurang, dan industri mamin Indonesia dapat mencapai kemandirian yang lebih baik di masa depan. (Mhd)