Ketua IAI: Tak Semua Jenis Obat Harganya Mahal

JagatBisnis.com – Harga obat di Indonesia yang mahal sempat dikeluhan masyarakat. Bahkan, hingga mendapat sorotan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahalnya harga tersebut, nyatanya tidak terjadi secara merata untuk seluruh obat. Namun, dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jadi, harga obat bisa lebih murah.

Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Noffendri, menjelaskan, obat yang dibandrol harga mahal itu biasanya jenis originator. Yaitu, jenis obat impor dan tidak ada sama sekali pembuatan merek lokal di dalam negeri.

“Obat originator itu hanya 10 persen pemakaiannya di Indonesia. Jadi wajar, jika harganya lebih mahal,” kata Noffendri, Kamis (25/7/2024).

Dia mengungkapkan, mayoritas obat yang digunakan di layanan kesehatan serta beredar bebas di masyarakat adalah jenis generik bermerek dan generik biasa yang harganya jauh lebih murah. Apalagi, kini sudah banyak obat generik yang kandungan dan khasiatnya sama seperti jenis originator (obat paten) dengan harga yang jauh lebih murah.

Baca Juga :   Cukup dengan Nomor Induk Kependudukan Kalau Mau Berobat

“Kalau obat originator masa lisensinya di suatu negara sudah habis, bisa diproduksi lokal dengan generik bermerek. Sehingga harganya bisa turun sampai 30-50 persen. Obat originator punya masa paten 15 hingga 20 tahun. Setelah masa paten ini habis, barulah obat tersebut boleh diproduksi industri farmasi lain, berdasarkan lisensi,” paparnya.

Dia menerangkan, tidak mudah membuat obat originator karena butuh biaya yang sangat besar. Pembuatan obat originator itu dilakukan dengan proses penelitian dari awal serta uji coba berkali-kali kepada hewan. Kemudian setelah dipastikan aman, baru bisa diuji coba ke manusia. Obat ini paling mahal karena pertama kali ditemukan oleh suatu perusahaan farmasi dari hasil riset.

Baca Juga :   JKN Jadi Asuransi Single Provider Terbesar di Dunia

“Kalau biaya pembuatan satu jenis obat originator bisa habiskan dana sampai triliunan rupiah. Karena membuat obat originator itu tidak mudah. Jadi kita tidak perlu mengejar originator, karena kita bisa bikin copy-annya dan yang perlu dijaga adalah ketersediaannya,” imbuhnya.

Dia menambahkan, harga obat di Indonesia tidak lebih mahal dari Malaysia. Karena saat ini Indonesia sudah lebih mandiri dari Malaysia dalam produksi obat. Bahkan, Indonesia punya sekitar 190 pabrik industri farmasi dalam negeri dan 20 yang asing. Dari komposisi ini, industri asing punya hak produksi dan pemasaran obat paten. Industri dalam negeri baru bisa memasarkan obat paten setelah masa patennya habis.

Baca Juga :   Dirut BPJS Kesehatan: Peserta JKN Tak Perlu Fotocopy Berkas, Pakai KTP Saja Bisa

“Sebanyak 81 persen obat yang beredar di Indonesia adalah obat generik dan obat generik bermerek. Dua jenis obat itu diproduksi oleh industri farmasi dalam negeri.
Bila dibandingkan dengan data dari Malaysia Pharmaceutical Society, secara umum harga obat paten Indonesia memang lebih mahal dari Malaysia. Namun, volume jual obat originator di malaysia lebih banyak dua hingga tiga kali besar di Indonesia,” tutupnya. (eva)