JagatBisnis.com – Herry Gunawan, pengamat BUMN dari Datanesia Institute, mengkritisi langkah pemerintah terkait penggunaan dana Penyertaan Modal Negara (PMN), yang menurutnya seharusnya digunakan sebagai investasi untuk mendukung program pemerintah dan pembangunan nasional. Namun, ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa sebagian dana PMN justru digunakan untuk menyelamatkan BUMN yang mengalami masalah keuangan akibat pengelolaan usaha yang buruk.
“Dalam perjalanannya, ada ‘penyimpangan’. PMN seharusnya digunakan untuk mendukung BUMN yang berkinerja baik dan memiliki lini bisnis yang strategis. Namun, ada BUMN yang menerima PMN padahal bisnisnya tidak urgent atau strategis,” ujar Herry pada Jumat (5/7).
Pemerintah baru-baru ini menyetujui pengucuran dana PMN sebesar Rp 27,49 triliun kepada 17 BUMN, dengan rincian Rp 12,99 triliun dalam bentuk tunai dan Rp 14,50 triliun dalam bentuk non-tunai.
Herry menyoroti bahwa pengucuran dana PMN ini tidak disertai dengan audit kinerja BUMN yang menerima dana baru, baik tunai maupun non-tunai. Menurutnya, hal ini dapat memperpanjang masalah yang ada.
“Ia khawatir bahwa keputusan memberikan PMN kepada BUMN yang buruk dalam kinerja bisnisnya menunjukkan adanya ‘moral hazard’. Ada kecenderungan untuk melanggengkan kesalahan yang sama,” tambahnya.
Lebih lanjut, Herry menegaskan pentingnya melakukan audit tidak hanya terhadap proposal penggunaan PMN oleh BUMN, tetapi juga terhadap pengelolaan bisnis mereka. Ia menyarankan agar hasil audit ini menjadi dasar untuk menetapkan sanksi yang tegas bagi direksi dan komisaris BUMN yang terbukti bertanggung jawab atas kerugian.
“PMN seharusnya tidak hanya untuk menyembuhkan luka BUMN akibat kelalaian manajemen. Audit harus dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan bahwa dana ini digunakan dengan tepat dan tidak disalahgunakan,” tegasnya.
Herry menambahkan bahwa pemerintah dan DPR perlu bertindak tegas dalam mengawasi penggunaan dana PMN, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam pengelolaan APBN.
“Diperlukan langkah-langkah hukuman yang tegas bagi BUMN yang terbukti mengalami kerugian akibat kebijakan yang buruk atau adanya indikasi penyelewengan,” tambahnya.
Pendekatan yang disarankan Herry ini menunjukkan kebutuhan untuk memperbaiki tata kelola BUMN agar lebih transparan dan akuntabel, serta menghindari penggunaan dana PMN untuk kepentingan yang tidak produktif bagi perekonomian nasional. Dengan langkah ini, diharapkan BUMN dapat berkontribusi maksimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan. (Hky)