JagatBisnis.com – Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 baru-baru ini mengizinkan impor truk bekas untuk kebutuhan khusus, seperti untuk industri pertambangan. Kebijakan ini memungkinkan masuknya truk bekas yang berusia maksimal 20 tahun dengan berat lebih dari 24 ton ke dalam negeri.
Namun, keputusan ini menuai kekhawatiran dari berbagai pihak, khususnya Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo). Ketua Umum Askarindo, Jimmy Tenacious, menyampaikan keprihatinan atas dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kebijakan tersebut terhadap perekonomian nasional, terutama industri otomotif dalam negeri.
Menurut Jimmy, industri karoseri nasional yang menjadi bagian penting dalam sektor padat karya akan mengalami penurunan signifikan dalam penjualan produknya. Implikasi dari penurunan penjualan ini tidak hanya terasa oleh produsen karoseri, tetapi juga berdampak pada rantai nilai industri otomotif secara keseluruhan.
“Industri karoseri merupakan sektor padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan ini dapat mengancam ribuan lapangan kerja dan berpotensi membuat banyak keluarga kehilangan nafkah,” ungkap Jimmy dalam pernyataannya, Kamis (4/7).
Jimmy mendorong agar pemerintah mengutamakan kepentingan dalam negeri sebelum mengambil kebijakan yang dapat merugikan pelaku industri karoseri. Dia meminta agar kebijakan relaksasi impor truk bekas segera dibatalkan dan pemerintah terlibat langsung dengan pelaku industri dalam negeri untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada industri dalam negeri.
“Industri karoseri nasional saat ini belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19. Banyak perusahaan karoseri yang masih berjuang untuk mendapatkan pesanan dan beberapa bahkan terpaksa menutup usahanya. Kebijakan impor truk bekas akan semakin memperberat tekanan yang dirasakan oleh industri karoseri,” tambah Jimmy.
Keputusan pemerintah ini dianggap dapat memicu kebangkitan kembali persaingan yang tidak sehat dengan produk truk bekas yang masuk ke pasar domestik. Hal ini dapat mengancam eksistensi dan daya saing produk-produk karoseri dalam negeri.
“Dalam upaya untuk menjaga keberlangsungan industri karoseri dan mengamankan lapangan kerja, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang mendukung produksi dalam negeri serta melindungi industri dari persaingan tidak sehat,” pungkas Jimmy.
Kebijakan ini menjadi sorotan karena dianggap bertentangan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional serta potensial menghambat pertumbuhan industri otomotif dalam negeri yang memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia. (Zan)