JagatBisnis.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyambut pengesahan peraturan pemerintah tentang kewajiban pencantumkan label peringatan bahaya senyawa Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon air minum bermerek dan mendesak adanya program sosialiasasi resmi sesegera mungkin. Berlaku khusus untuk galon dengan kemasan polikarbonat, jenis galon plastik keras yang paling jamak di tengah masyarakat, label peringatan tersebut bertujuan melindungi konsumen luas dari risiko BPA.
“Ini langkah positif dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam upaya melindungi konsumen dari potensi risiko kesehatan akibat BPA. YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,” kata
Pengurus Harian YLKI, Tubagus Haryo, saat menanggapi disahkannya revisi Peraturan Kepala BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Label Pangan Olahan, di Jakarta, Rabu (3/7/2024). ”
Menurutnya, aturan baru BPOM tersebut sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen, termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan aman tentang produk yang dikonsumsi. Karena itulah, BPOM harus segera mungkin mensosialisasikan peraturan kewajiban pemasangan label peringatan bahaya BPA tersebut.
“Salah satu cara sosialisasinya bisa lewat kampanye edukasi yang masif tentang bahaya BPA dan pentingnya peralihan ke kemasan BPA-free (bebas BPA). Sehingga sososialiasi tesebut bisa meredakan kekhawatiran atau kebingungan konsumen tentang galon mana yang aman dari bahaya BPA,” ungkapnya.
Dia menyarankan, BPOM juga
harus bekerjasama dengan asosiasi industri untuk memastikan produsen memahami dan menerapkan peraturan tersebut. Selain itu, BPOM juga perlu meningkatkan pengawasan dan inspeksi yang intensif atas galon polikarbonat yang beredar di tengah masyarakat. Hal itu untuk memastikan kepatuhan produsen hingga waktu penerapan kewajiban pemasangan label bahaya BPA.
“BPOM perlu memberikan sanksi tegas bagi produsen yang tidak mematuhi peraturan terkait risiko BPA. Untuk itu, label peringatan bahaya BPA nantinya harus tertera jelas dan mudah dipahami konsumen,” tegas Tubagus.
Sementara itu, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Junaidi Khotib menambahkan, BPA memang bisa menganggu sistem endokrin dalam tubuh. Memang efeknya tidak langsung terasa. Namun, berbahaya dalam jangka panjang. Paparan BPA yang berkelanjutan dalam jangka panjang pun memiliki dampak serius pada kesehatan mental dan perilaku.
“Saat masuk ke tubuh melalui medium makanan atau minuman yang ditempatkan dalam wadah plastik, BPA memicu gangguan hormonal yang pada gilirannya bisa memengaruhi pertumbuhan dan pubertas, serta fertilitas. Bahkan, sejumlah referensi ilmiah menyebutkan kondisi ini dapat memicu munculnya sel abnormal dalam tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan darah tinggi,” terang Junaidi.
Melihat seriusnya dampak paparan BPA, Junaidi menekankan pentingnya masyarakat untuk waspada. Apalagi, anak usia pertumbuhan menjadi kelompok paling rentan terhadap paparan BPA. Hal ini mengingat, plastik banyak digunakan dalam keseharian. Selain anak-anak, ibu hamil dan menyusui juga perlu waspada dengan paparan BPA.
“Sebab, penelitian menunjukkan, paparan BPA pada hewan bunting dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental anak yang dilahirkan,” pungkas Junaidi. (eva)