Ekbis  

Kimia Farma Tbk (KAEF) Rencanakan Efisiensi dengan Menutup Separuh Pabriknya dalam 5 Tahun ke DepanKAEF

Kimia Farma Tbk (KAEF) Rencanakan Efisiensi dengan Menutup Separuh Pabriknya dalam 5 Tahun ke Depan. Foto : kimiafarma.co.id

JagatBisnis.com – Kimia Farma Tbk (KAEF), perusahaan farmasi milik negara yang terkemuka di Indonesia, mengumumkan rencana ambisius untuk meningkatkan efisiensi operasional dengan menutup lima dari sepuluh pabrik yang dimilikinya dalam waktu lima tahun mendatang. Keputusan ini, menurut David Utama, Direktur Utama KAEF, didorong oleh tantangan keuangan kritis dan penggunaan fasilitas produksi yang belum optimal.

“Operasional Kimia Farma menghadapi tantangan besar. Sejak awal berdiri, utilisasi pabrik hanya mencapai maksimal 40%. Ini menjadi tantangan utama bagi kami,” ujar David dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor farmasi.

Faktor kedua yang mendorong keputusan ini adalah dampak dari operasional yang tidak efisien, yang berdampak pada penjualan di empat sektor utama perusahaan, yaitu obat generik, obat ethical (obat keras), over the counter (OTC), dan kosmetik.

Baca Juga :   IHSG Berakhir di Zona Hijau, BBTN dan KAEF Mendorong Indeks Naik

“Dampak dari operasional yang tidak efisien turut berimbas pada sisi komersial. Kimia Farma memiliki empat lini produksi utama, dengan obat generik sebagai yang terbesar. Lalu obat ethical, yang di Indonesia termasuk generic branded karena peran kami yang lebih sebagai pabrik pengembang, pada dasarnya juga generik. Lini ketiga adalah obat OTC, dan lini keempat adalah kosmetik,” papar David.

Selain itu, beban dari pembayaran bunga bank tahunan yang signifikan mendorong KAEF untuk segera melakukan langkah-langkah efisiensi.

Baca Juga :   Kimia Farma Resmi Kantongi Izin Obat Covid Molnupiravir dari MPP

“Kami tidak mampu lagi mempertahankan produk non-generik, dengan efisiensi di pabrik-pabrik yang berkinerja buruk, ditambah dengan pembayaran bunga bank yang meningkat dari Rp4 triliun menjadi Rp8 triliun, kini sudah mulai turun menjadi Rp7,2 triliun. Namun, beban bunga ini sendiri mencapai Rp662 miliar setiap tahun,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bio Farma Group, Shadiq Akasya, menjelaskan bahwa optimisasi fasilitas manufaktur yang dimiliki Kimia Farma adalah bagian dari strategi reorientasi bisnis mereka.

“Dengan sepuluh pabrik yang saat ini dimiliki Kimia Farma, kami berencana untuk mengkonsolidasikan operasi menjadi mungkin hanya lima pabrik dalam 3-5 tahun ke depan. Kami yakin langkah ini akan signifikan meningkatkan optimisasi pabrik-pabrik kami,” ujar Shadiq.

Baca Juga :   IHSG Berakhir di Zona Hijau, BBTN dan KAEF Mendorong Indeks Naik

Secara finansial, KAEF mencatatkan kerugian sebesar Rp1,48 triliun pada tahun 2023, dibandingkan dengan kerugian Rp190,4 miliar tahun sebelumnya. Meskipun demikian, KAEF berhasil mencatatkan pertumbuhan penjualan bersih sebesar 7,93% menjadi Rp9,96 triliun dari Rp9,23 triliun pada tahun sebelumnya. Namun, biaya pokok penjualan meningkat 25,83% menjadi Rp6,86 triliun dari Rp5,45 triliun, yang mengakibatkan laba kotor turun menjadi Rp3,10 triliun dari Rp3,77 triliun sebelumnya.

Meskipun menghadapi tantangan finansial yang signifikan, KAEF tetap berkomitmen untuk mengoptimalkan operasinya dan beradaptasi dengan dinamika pasar farmasi yang semakin kompetitif di Indonesia. (Mhd)