Gelombang PHK Hingga Putus Sekolah Jadi Ancaman Pasca Korupsi Timah Terkuak di Bangka Tengah

jagatbisnis.com – Penutupan pabrik sawit milik Thamron alias Aon, tersangka korupsi timah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di Bangka Tengah Provinsi Bangka Belitung beberapa waktu lalu kini menimbulkan persoalan baru di sana.

Seperti diketahui beberapa waktu lalu hampir 1.000 karyawan perusahaan sawit CV Mutiara Alam Lestari (MAL) dan CV Mutiara Hijau Lestari (MHL) terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah pemiliknya Tamron alias Aon ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi PT Timah.

PHK massal terjadi lantaran Kejagung melakukan pemblokiran rekening miliknya sehingga operasional kedua perusahaan tersebut terganggu

Ribuan karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) itu dalam beberapa minggu terakhir terus melakukan demontrasi menuntut kejelasan hak-hak mereka, baik kepada perusahaan maupun pemerintah.

“Kami berharap kasus ini dapat diselesaikan dalam tiga bulan mendatang, karena selepas tiga bulan kami tidak tahu lagi harus berbuat apa, bahkan anak-anak kami terancam putus sekolah,” ujar seorang pendemo seperti dikutip dari sebuah akun TikTok beberapa waktu lalu.

Tak hanya karyawan, terganggunya cashflow dua perusahaan itu juga berimbas pada para petani sawit yang selama ini menyuplai dua pabrik CPO tersebut. Pasca penutupan harga tandan buah segar (TBS) di wilayah itu terjun bebas. Petani yang awalnya bisa menjual TBS dengan harga Rp 2.300 per kilogram, kini hanya bisa menjual seharga Rp 1.800 per kilogram kepada pengepul di sana.

Doni, salah seorang petani Kelapa Sawit menyebut keberadaan Pabrik Kelapa Sawit milik Aon sangat dibutuhkan oleh para petani di sana.

Baca Juga :   BPS: Ada 2,14 Juta Warga Jawa Barat Menganggur

“Kami para petani tidak perlu bersusah payah menjual TBS ke mana-mana. Namun setelah penutupan pabrik, kami benar-benar susah,” kata Doni.

Dikatakan, sebagai petani sawit dirinya sangat merasakan dampak penurunan harga sawit. “Tak cuma harganya terjun bebas, jual pun jadi susah, kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan, tolonglah pikirkan kami rakyat kecil ini,” katanya lirih.

Penutupan sejumlah perusahaan milik Aon ini memang sangat berdampak secara ekonomi bagi masyarakat di Bangka Tengah. Hal ini diakui Kepala Desa Nibung, Bangka Tengah, Astiar yang dihubungi Indopos.co.id pekan lalu.

Dia mengatakan efek penutupan dua pabrik kelapa sawit menyebabkan perekonomian di Bangka Tengah turun drastis. Padahal menurutnya keberadaan pabrik sawit tersebut sangat penting untuk menunjang perekonomian masyarakat setempat.

“Khususnya Desa Nibung saat ini perekonomiannya tidak baik-baik saja, karena dalam keadaan susah. Pengepul mengalami kerugian karena pabrik yang ada tak mampu menampung semua hasil sawit para petani. Kondisi ekonomi pun jadi susah pasca penutupan dua pabrik sawit itu,” kata Astiar.

Tak hanya kondisi ekonomi yang carut marut, saat ini juga ada banyak aksi kriminalitas seperti pencurian di daerah itu. Selain itu, tak jarang dirinya mendengar keluhan para ibu di desanya mengenai sulitnya hidup.

“Kesulitan muncul karena kepala keluarga yang selama ini menggantungkan kehidupannya di pabrik sawit, kini tak lagi bisa diandalkan. Bahkan beberapa malah berujung pada perceraian. Sebagai kepala desa saya merasa prihatin. Bahkan akibat menurunnya ekonomi masyarakat, banyak anak-anak yang juga putus sekolah dan ada juga perceraian,” katanya.

Baca Juga :   Goodyear Bakal PHK 700 Karyawan dan Menjual 100 Toko Ritel di Asia Pasifik dalam Upaya Peningkatan Pendapatan

Dia pun berharap agar persoalan ini segera bisa diatasi dan pabrik sawit yang saat ini disegel dapat kembali beroperasi. Selain itu para karyawan yang diPHK juga mendapatkan hak-haknya.

Manajer SDM PT MHL dan MAL, Tomi Prasetyo yang dikonfirmasi Indopos.co.id, Jumat (7/6/2024) lalu mengaku pihaknya tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Dia menyatakan karena sejumlah rekening milik Aon diblokir oleh Kejagung pihaknya tak mampu membayar uang pesangon para karyawan yang di-PHK. “Kami bukan tak mau membayar, namun kami tak punya uang untuk membayar pesangon para karyawan yang di-PHK. Karena perusahaan memang mengalami kesulitan likuiditas, kami pun terpaksa harus melakukan PHK massal,” katanya.

Dia menyatakan pihaknya sudah berupaya agar pabrik bisa beroperasi namun karena kesulitan keuangan maka pihaknya terpaksa melakukan tiga kali gelombang PHK, baik di smelter timah maupun di perkebunan. “Kondisi ini mungkin masih akan terus berlangsung, bahkan mungkin bisa lebih buruk,” ujarnya.

Tomi menuturkan meski, Pemprov memberikan sejumlah opsi seperti menggaet investor tapi mungkin masih sulit dilakukan. “Meski mungkin ada investor, tapi siapa yang akan menjamin bahwa dananya akan kembali karena kini aset perusahaan disegel oleh pihak kejaksaan,” katanya.

Baca Juga :   Selama Pandemi Covid-19, Ada72.983 Pekerja Kena PHK

Menanggapi penutupan pabrik sawit milik Aon tersebut, Sekda Bangka Tengah, Sugianto menyatakan pihaknya sudah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.

“Langkah pertama kami ingin memastikan seluruh pekerja mendapatkan hak-haknya. Selain itu Pak Bupati juga sudah menginstruksikan dinas terkait untuk berkoordinasi dengan Pemprov Bangka Belitung untuk mencari solusi terbaik,” kata Sugianto saat dihubungi Indopos.co.id.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Bangka Tengah, Dian Akbarini juga menyatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bangka Belitung dan sejumlah perusahaan CPO untuk mengatasi persoalan sawit pasca tutupnya dua perusahaan milik Aon tersebut.

“Alhamdullilah, perusahan lainnya siap menampung hasil panen para petani dan harganya pun sudah disesuaikan dengan harga pasaran yang berlaku,” ujarnya.

Sebelumnya Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Syafrizal ZA kepada wartawan menyatakan pabrik sawit milik tersangka korupsi tata niaga timah Aon sebenarnya diperbolehkan untuk kembali beroperasi dan membeli kelapa sawit petani di daerah itu.

“Saya sudah berkoordinasi dengan Jampidsus Kejagung, perusahaan sawit ini boleh dibuka karena yang diblokir rekening pemilik pabrik,” ucap Syafrizal ZA menanggapi aksi damai petani sawit beberapa waktu lalu.

“Kita fasilitasi agar dua perusahaan kelapa sawit ini dibuka kembali. Karena yang diblokir itu rekening bukan perusahaan dan pabriknya. Jadi masih boleh beroperasi, agar para petani bisa menjual hasil panen sawitnya ke pabrik tersebut,” bebernya. (Hfz)

MIXADVERT JASAPRO