Politisi PKS: Indonesia Kesulitan Menuju Negara Maju

jagatbisnis.com – Syarat menuju Indonesia emas 2045 dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap), tidak mudah. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi per tahun antara 6-7 persen. Sementara tren pertumbuhan ekonomi selama dua periode kepemimpinan saat ini mencapai rata-rata 5 persen.

Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang rendah karena didorong oleh rendahnya tingkat produktifitas Indonesia. Rata-rata produktifitas yang rendah tercermin dari Total Factor Pruductivity (TFP) Indonesia selama 2005-2019 tumbuh negatif sebesar -0,66.

“Angka itu relatif tertinggal, jika dibandingkan Korea Selatan yang mampu mencapai 1,61 ketika masih dalam situasi menuju negara maju pada tahun 1971 -1995 atau Tiongkok sebesar 1,60 selama kurun 2005-2019,” ujarnya, Jumat (31/5/2024).

Baca Juga :   Politisi PKS: Jangan Terjebak Transaksi Kripto

Dia menjelaskan, produktifitas yang rendah dari Indonesia disebabkan kualitas SDM yang tertinggal, baik dari sisi produktifitas sektor ekonomi yang rendah, kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi yang tertinggal hingga rumitnya regulasi dan kepastian hukum. Sehingga Indonesia kesulitan menuju negara maju.

“Padahal, kapasitas Ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui efisiensi, desain produk berkualitas dan berteknologi tinggi. Namun semua itu dihadapkan dengan lemahnya komitmen pemerintah, terutama dari sisi belanja anggaran riset dan teknologi yang baru mencapai 0,28 persen dari PDB. Dari data tahun 2020, angka itu jauh tertinggal dibandingkan Korea Selatan (4,81) dan Malaysia (1,04),” terangnya.

Baca Juga :   DPR Bakal Kawal Implementasi Perlindungan Pekerja Migran

Dia memaparkan, berdasarkan Indeks Inovasi Global yang dirilis World Intelectual Property Organization dari PBB. Inovasi Indonesia dalam 10 tahun terakhir berada dibawah peringkat Singapura yang menduduki peringkat (8), Malaysia (36), Thailand (43), Vietnam (44), dan Filipina (51). Sementara Indonesia sendiri bertengger di peringkat 87 dari seluruh negara lainnya di dunia.

“Belanja anggaran riset perlu diperkuat. Karena riset, inovasi, dan teknologi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih kencang. Jika keberpihakan negara tidak ada, sulit rasanya menuju Indonesia emas 2045,” tegas Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini.

Dia menerangkan, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang diusulkan oleh Komisi XI DPR RI tidak luput membahas terkait Inovasi Teknologi Sektor Keuangan. Upaya tersebut dilakukan agar semua berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional secara simultan dengan tantangan SDM dan minimnya literasi keuangan.

Baca Juga :   DPR Bakal Kawal Implementasi Perlindungan Pekerja Migran

“Untuk mencapai SDM menuju negara maju, kualitas dan kuantitas peneliti Indonesia belum cukup memadai. Tercermin dari jumlah peneliti riset dan inovasi per satu juta penduduk, Indonesia hanya mencapai 388. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan Singapura (7.287), Thailand (1.790), dan Korea Selatan (8.408). Selain itu, ekosistem riset juga masih lemah, hasil riset tidak aplikatif karena masih kurangnya kerjasama riset domestik dan internasional,” tutup Anis. (eva)