Persaingan Industri Sawit Nasional Diproyeksi Semakin Ketat pada Tahun Ini

jagatbisnis.com – JAKARTA. Persaingan industri sawit nasional diperkirakan bakal lebih ketat pada 2024. Hal ini seiring tingginya permintaan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di pasar domestik dan ekspektasi kenaikan harga komoditas tersebut di pasar.

Asal tahu saja, sebagian besar emiten produsen sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merilis laporan keuangan kuartal I-2024. Terlihat bahwa sebagian emiten sawit meraih kinerja keuangan yang bervariasi, baik dari sisi pendapatan ataupun laba bersih.

Sebagai contoh, PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk (SMAR) yang menjadi emiten sawit dengan capaian pendapatan tertinggi pada kuartal I-2024 yakni Rp 17,88 triliun atau tumbuh 2,05% year on year (YoY). Namun, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk SMAR berkurang 28,35% YoY menjadi Rp 177,87 miliar.

Berikutnya, terdapat PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang membukukan 0,84% YoY menjadi Rp 4,80 triliun pada kuartal I-2024. Pada saat yang sama, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk AALI tumbuh 2,58% YoY menjadi Rp 230,53 miliar.

Sementara itu, PT Triputra Agro Tbk (TAPG) mencatatkan penurunan pendapatan 1,04% YoY menjadi Rp 1,91 triliun per kuartal I-2024. Sebaliknya, laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk emiten tersebut naik 25,82% YoY menjadi Rp 370,80 miliar.

Ada pula PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yang mengalami penurunan pendapatan 9,80% YoY menjadi Rp 943,36 miliar per kuartal I-2024. Di sisi lain, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk BWPT melesat 159,93% YoY menjadi Rp 47,49 miliar.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Eddy Martono menilai, kinerja para produsen sawit nasional diperkirakan akan lebih moncer pada semester II-2024. Sebab, biasanya semester kedua umumnya produksi CPO akan tumbuh lebih signifikan.

Pasar domestik tetap menjadi andalan bagi produsen sawit seiring kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodiesel yang tinggi. Pasar ekspor juga bisa dimanfaatkan oleh para produsen sawit, namun ini bergantung pada permintaan dari negara pengimpor CPO dan kondisi pasokan minyak nabati lainnya.

Gapki meyakini produksi  CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia pada 2024 dapat tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di level 50,07 juta ton. “Produksi CPO dan PKO diprediksi masih di sekitar 52 juta ton–54 juta ton pada tahun ini,” ujar Eddy, Selasa (7/5).

Kenaikan Harga CPO

Membaiknya harga CPO di pasar global juga akan menguntungkan bagi para pengusaha sawit. Merujuk situs Trading Economics, harga CPO naik 4,47% YoY ke level RM 3.930 per ton pada Selasa (7/5). Gapki menilai, pergerakan harga CPO masih akan dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global dan perkembangan konflik geopolitik di berbagai regional.

Sementara itu, Corporate Secretary TAPG Joni Tjeng mengatakan, pihaknya kini berusaha memaksimalkan produksi melalui program pemupukan dan penguatan infrastruktur pendukung. Harapannya, kinerja emiten ini akan segera bangkit pada sisa 2024.

“Kami memperkirakan ada peningkatan hingga dobel digit dari sisi kinerja finansial mengingat harga CPO yang masih akan bullish,” tutur dia, Selasa (7/5).

TAPG juga terus memantau pergerakan harga pupuk di pasar dan menentukan waktu yang tepat pembelian pupuk untuk pemakaian 6-12 bulan ke depan.

Direktur Utama BWPT Henderi Djunaedi menyatakan, pihaknya optimistis target pertumbuhan pendapatan dua digit tetap bisa tercapai pada tahun ini. Salah satu fokus BWPT adalah membangun fasilitas Kernel Crushing Plant (KCP), Biogas, hingga peningkatan kapasitas pabrik kelapa sawit (PKS). “Ini dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan perusahaan pada masa depan,” tandas dia, pekan lalu. (Hfz)