JagatBisnis.com – Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, telah mengungkapkan modus jualan TikTok Shop yang telah memengaruhi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurutnya, riset yang dilakukan menunjukkan bahwa UMKM yang menjual produk mereka melalui fitur TikTok Shop sebelumnya ramai, namun sekarang menjadi sepi akibat praktik shadow banned.
Shadow banned adalah praktik di mana toko online tiba-tiba menjadi kurang terlihat atau bahkan tidak terlihat sama sekali, dan digantikan oleh produk-produk dari China dengan spesifikasi yang sama. Ini mengakibatkan berkurangnya perhatian terhadap produk UMKM yang sebelumnya aktif berjualan di TikTok Shop.
Selain itu, TikTok Shop juga menggunakan algoritma untuk mengamati kebiasaan pengguna TikTok, dan data ini digunakan untuk kepentingan bisnis. Hal ini menjadi perhatian karena TikTok seharusnya hanya memiliki izin sebagai media sosial, bukan sebagai platform e-commerce.
“Saya telah melakukan riset kecil-kecilan terkait masalah ini, dan hasil riset tersebut tidak menyebutkan merek media sosial mana yang terlibat. Namun, hasil riset tersebut membuktikan bahwa merek-merek UMKM Indonesia yang sebelumnya aktif berjualan di TikTok Shop sekarang menjadi sepi karena praktik shadow banned,” ungkap Gibran pada Selasa (26/9).
Gibran juga mendukung adanya aturan yang memisahkan media sosial dan e-commerce. Terutama di Kota Solo, yang memiliki banyak UMKM yang menjalankan usaha mereka di berbagai sektor.
“Intinya, di Solo kami mendukung sepenuhnya pemisahan antara media sosial dan e-commerce. Menurut saya, keduanya harus dipisahkan,” tambahnya.
Pemisahan antara media sosial dan e-commerce diharapkan dapat menciptakan kondisi yang lebih adil bagi UMKM. Di Solo, banyak UMKM yang menjual produk mereka melalui media sosial, terutama di Pusat Grosir Solo (PGS), sementara Pasar Klewer lebih fokus pada penjualan produk secara offline.
Tidak hanya menjadi perhatian lokal, masalah TikTok Shop telah mencapai Presiden Joko Widodo. Presiden meminta agar TikTok hanya digunakan untuk promosi, bukan untuk berjualan.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah saat ini sedang merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Keputusan tentang aturan yang mengatur penggunaan media sosial dalam e-commerce diharapkan akan segera dirilis. (tia)