Dolar AS Terpukul! Trump Ancam Tarif UE & Apple, Pasar Keuangan Bergolak

Dolar AS Terpukul! Trump Ancam Tarif UE & Apple, Pasar Keuangan Bergolak

JagatBisnis.com – Dolar Amerika Serikat melemah tajam pada Jumat, 23 Mei 2025, setelah Presiden AS Donald Trump meningkatkan eskalasi perang dagang global dengan mengusulkan tarif baru sebesar 50% terhadap Uni Eropa, yang akan mulai diberlakukan pada 1 Juni mendatang.

Pernyataan tersebut memicu ketidakpastian pasar global, memperdalam kekhawatiran investor atas dampak bea masuk terhadap perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Mengutip Reuters, Trump menyatakan lewat media sosial bahwa Uni Eropa “sangat sulit diajak bernegosiasi” dan bahwa diskusi antara kedua pihak tidak menghasilkan kemajuan berarti. Tak berhenti di situ, Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif 25% terhadap iPhone Apple yang diproduksi di luar negeri, serta pada ponsel pintar dari Samsung dan merek global lainnya.

Dolar AS Rontok, Investor Lari ke Yen dan Euro

Dampaknya langsung terasa di pasar valuta asing. Dolar AS anjlok 1% terhadap yen Jepang—mata uang safe haven—ke level 142,48 yen. Sepanjang pekan, dolar telah merosot 2,2% terhadap yen, menjadi penurunan mingguan terbesar sejak awal April.

Sementara itu, euro melonjak 0,8% ke level $1,1363, sempat menyentuh titik tertinggi dalam dua minggu. Kenaikan ini menempatkan euro pada jalur penguatan mingguan terbesar dalam enam minggu terakhir.

Indeks dolar AS, yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang utama dunia, turun 0,8% menjadi 99,09—level terendah dalam tiga minggu. Secara mingguan, indeks ini mencatat penurunan 1,9%, terbesar sejak awal April.

Kepercayaan Terhadap AS Terkikis

Menurut Elias Haddad, Senior Market Strategist di Brown Brothers Harriman, lemahnya dolar mencerminkan menurunnya kepercayaan terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS.

“Ada kekhawatiran nyata soal perang dagang yang berkepanjangan, dan banyak negara mulai mengevaluasi kembali ketergantungan mereka pada AS,” ujarnya.

Senada dengan itu, Jayati Bharadwaj dari TD Securities menambahkan bahwa korelasi antara dolar dan pasar saham AS kini telah terputus.

“Biasanya, ketika saham turun, dolar menguat sebagai safe haven. Tapi sekarang, keduanya jatuh bersamaan. Ini menunjukkan bahwa risiko global kini berpusat pada Amerika Serikat itu sendiri,” jelasnya.

Tekanan Tambahan dari Jepang dan Moody’s

Sementara dolar melemah, yen Jepang menguat didukung data inflasi domestik yang naik ke level tahunan tertinggi dalam dua tahun. Kenaikan ini membuka peluang bagi Bank of Japan untuk kembali menaikkan suku bunga di akhir tahun. Namun, tarif AS yang tinggi juga membayangi prospek ekonomi Jepang.

Di sisi lain, tekanan pada keuangan Amerika meningkat setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat utang AS pekan lalu. Investor kini mencermati tumpukan utang pemerintah yang telah menyentuh US$36 triliun, ditambah dengan rancangan pajak baru dari Trump yang berpotensi memperbesar defisit fiskal.

RUU pajak tersebut baru saja lolos tipis di DPR AS dan akan segera dibahas di Senat—proses yang diperkirakan memicu tarik ulur politik selama berminggu-minggu, memperbesar ketidakpastian pasar dalam jangka pendek.

Poundsterling Ikut Menguat

Dalam situasi ini, poundsterling juga mencatat penguatan signifikan. Mata uang Inggris naik 0,9% terhadap dolar menjadi $1,3533—level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun. Dalam sepekan, sterling mencatat kenaikan 1%, tertinggi dalam lima minggu terakhir. (Mhd)