JagatBisnis.com – Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Beleid ini membawa sejumlah perubahan signifikan dalam hal ketentuan iuran, manfaat uang tunai, dan pengaturan mengenai perusahaan yang pailit atau tutup.
Perubahan Besar pada Iuran JKP dan Manfaat Uang Tunai
Salah satu perubahan utama yang terdapat dalam PP 6/2025 adalah penurunan iuran JKP yang sebelumnya sebesar 0,46% dari upah sebulan menurut PP 37/2021, kini menjadi 0,36% dari upah sebulan. Penurunan ini diharapkan dapat meringankan beban pekerja dan pengusaha dalam membayar iuran JKP.
Selain itu, perubahan penting juga terjadi pada manfaat uang tunai yang diterima oleh pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam PP 37/2021, manfaat uang tunai diberikan setiap bulan dengan ketentuan 45% dari upah untuk 3 bulan pertama dan 25% untuk 3 bulan berikutnya, dengan durasi paling lama 6 bulan. Sementara itu, dalam PP 6/2025, manfaat uang tunai untuk jangka waktu 6 bulan penuh akan diberikan sebesar 60% dari upah pekerja.
Perusahaan Pailit atau Tutup Tetap Dapatkan Manfaat JKP
PP 6/2025 juga menambahkan pasal baru, yakni Pasal 39A, yang mengatur tentang situasi perusahaan yang pailit atau tutup. Jika perusahaan dinyatakan pailit atau tutup, dan menunggak iuran JKP selama 6 bulan, BPJS Ketenagakerjaan tetap akan membayarkan manfaat JKP kepada pekerja yang terkena PHK. Namun, kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda tetap berlaku, meskipun manfaat JKP tetap diberikan.
Batas Waktu Klaim Manfaat JKP
Perubahan terakhir yang penting adalah mengenai hak atas manfaat JKP yang hilang jika pekerja atau buruh tidak mengajukan klaim selama 6 bulan setelah terjadi PHK. Manfaat JKP juga akan hilang jika pekerja telah mendapatkan pekerjaan baru atau meninggal dunia.
Dengan diterbitkannya PP 6/2025, diharapkan dapat memberikan kemudahan dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, sambil tetap menjaga keseimbangan dengan kepentingan pengusaha dan keberlanjutan program jaminan sosial ketenagakerjaan. (Mhd)