Ekbis  

Harga Minyak Menguat Setelah Penurunan 1% pada Hari Sebelumnya, Pasokan AS Menjadi Faktor Utama

Harga Minyak Menguat Setelah Penurunan 1% pada Hari Sebelumnya, Pasokan AS Menjadi Faktor Utama. foto dok esdm.go.id

JagatBisnis.com – Harga minyak berbalik menguat pada Kamis (30/1) setelah mengalami penurunan lebih dari 1% pada perdagangan sebelumnya. Minyak acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI), mencapai titik terendah tahun ini setelah data menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah domestik di AS meningkat lebih besar dari yang diperkirakan minggu lalu.

Pada pukul 7.48 WIB, harga minyak WTI kontrak Maret 2025 di New York Mercantile Exchange menguat 0,38%, diperdagangkan pada harga US$ 72,9 per barel. Sebelumnya, harga minyak WTI turun 1,6% pada hari Rabu (29/1) ke level US$ 72,62 per barel, yang merupakan harga terendah pada 2025. Sementara itu, harga minyak mentah Brent berjangka ditutup turun 1,2% menjadi US$ 76,58 per barel pada perdagangan sebelumnya.

Baca Juga :   Harga Minyak Jatuh Akibat Buruknya Kasus COVID-19 di Eropa

Kenaikan persediaan minyak mentah di AS sebesar 3,46 juta barel pada minggu lalu menjadi penyebab utama penurunan harga. Angka ini jauh melampaui ekspektasi analis yang memperkirakan kenaikan 3,19 juta barel. Data tersebut, yang dirilis oleh Badan Informasi Energi AS (EIA), juga menunjukkan penurunan signifikan pada asupan penyulingan minyak untuk minggu ketiga berturut-turut.

Di sisi lain, para pelaku pasar juga mencerna pengumuman Gedung Putih yang menegaskan rencana Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif 25% pada impor minyak dari Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari. Hal ini semakin menambah ketidakpastian di pasar energi, yang menurut Giovanni Staunovo, analis UBS, akan terus membuat perdagangan minyak jangka pendek bergejolak.

Baca Juga :   IHSG Kembali Menguat, Ditutup Naik 0,47% di Level 7.336

“Mengingat banyaknya ketidakpastian yang ada, pendekatan hati-hati masih diperlukan. Kami berharap harga minyak akan tetap didukung pada level saat ini, namun fluktuasi harga dapat terjadi seiring dengan perkembangan berita terkait kebijakan Trump,” jelas Staunovo.

Selain itu, pasar juga menantikan pertemuan penting OPEC+ pada 3 Februari. Fokus utama adalah rencana kelompok negara-negara penghasil minyak tersebut untuk meningkatkan pasokan mulai bulan April. Hal ini diperparah oleh permintaan Trump kepada OPEC+ untuk menurunkan harga minyak, meskipun banyak delegasi yang mengatakan bahwa perubahan kebijakan tidak diharapkan pada pertemuan bulan Februari.

Kekhawatiran terkait pasokan juga mereda setelah National Oil Corporation (NOC) Libya mengumumkan bahwa aktivitas ekspor minyak berjalan normal setelah berhasil mencapai kesepakatan dengan para pengunjuk rasa. Sebelumnya, pengunjuk rasa di Libya menuntut penghentian pemuatan di salah satu pelabuhan minyak utama negara tersebut, yang mengancam kelancaran ekspor.

Baca Juga :   Harga Minyak Tergelincir di Tengah Prospek Permintaan Tahun 2024 yang Solid

“Pasokan Libya tetap menjadi risiko, mengingat negara tersebut masih terlibat dalam perang saudara, tetapi saat ini risiko tersebut telah berkurang sementara,” kata analis StoneX, Alex Hodes.

Secara keseluruhan, meskipun ada kekhawatiran terkait pasokan dan kebijakan politik, harga minyak diperkirakan akan tetap volatile dalam jangka pendek dengan potensi penguatan, tergantung pada bagaimana perkembangan pasar dan kebijakan pemerintah AS serta OPEC+ ke depan. (Mhd)