Ekbis  

Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Implikasinya terhadap Industri Pertambangan Indonesia

Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Implikasinya terhadap Industri Pertambangan Indonesia. foto dok lenterapendidikan.com

JagatBisnis.com – Indonesia Mining Association (IMA) memahami tujuan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk meningkatkan likuiditas valas dan menjaga stabilitas ekonomi makro. Pelaku usaha diminta untuk memarkir 30% DHE dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, ada wacana untuk memperpanjang kebijakan ini dengan menempatkan 50% DHE dalam jangka waktu 12 bulan. Hal ini perlu ditinjau kembali, terutama untuk melihat dampaknya terhadap operasi perusahaan pertambangan di Indonesia.

Dampak Potensial terhadap Perusahaan Pertambangan

Rachmat Makkasau, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) dan Indonesia Mining Association (IMA), menegaskan bahwa perusahaan pertambangan mineral dan batubara mendukung kebijakan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo. Namun, Rachmat juga menekankan pentingnya memastikan bahwa kebijakan tersebut mendukung keberlanjutan operasi perusahaan dan industri pertambangan secara keseluruhan.

Baca Juga :   MIND ID Dorong Peningkatan Serapan Tenaga Kerja Lewat Proyek Smelter Tembaga dan SGAR

Dalam industri pertambangan, dibutuhkan investasi dan working capital yang besar, termasuk untuk pembangunan infrastruktur pertambangan yang membutuhkan dana signifikan. Kebijakan DHE yang direncanakan dapat memiliki dampak besar pada cash flow perusahaan pertambangan, yang berpotensi mengganggu kelangsungan operasi mereka dan mempengaruhi pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat.

Baca Juga :   Sanksi Pemblokiran Ekspor Diterapkan kepada 99 Eksportir yang Langgar Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE SDA)

Peningkatan PNBP Sektor Minerba

Rachmat juga mengungkapkan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara. PNBP sektor minerba pada 2014 tercatat sebesar Rp 29 triliun dan pada 2024 diperkirakan mencapai Rp 142 triliun. Ini menunjukkan pentingnya sektor pertambangan bagi perekonomian Indonesia.

Namun, kebijakan DHE yang lebih ketat dapat memberikan tantangan bagi cash flow perusahaan pertambangan dan, pada akhirnya, berpotensi menghambat investasi. Rachmat berharap agar kebijakan ini lebih fleksibel dan dapat mendukung kelancaran bisnis di sektor pertambangan.

Baca Juga :   MIND ID Proyeksikan Kebutuhan Energi 5 GW dalam 5 Tahun

Harapan untuk Kebijakan DHE yang Mendukung Investasi

Meskipun sektor pertambangan mengalami berbagai tantangan dalam beberapa tahun terakhir, Rachmat menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan di sektor ini tetap berkomitmen untuk memberikan kontribusi investasi yang signifikan bagi negara. Oleh karena itu, ia berharap kebijakan DHE bisa lebih mendukung bisnis pertambangan, dengan memberikan kelonggaran yang diperlukan agar sektor ini tetap dapat berkontribusi pada perekonomian Indonesia. (Zan)