JagatBisnis.com – Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berlanjut, dengan rupiah ditutup pada level Rp 16.190 per dolar AS pada Selasa (24/12). Pelemahan ini menimbulkan risiko signifikan bagi sektor keuangan, termasuk perusahaan asuransi umum.
Namun, analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, menilai bahwa pelaku industri asuransi umum, seperti PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU), seharusnya sudah mengantisipasi risiko fluktuasi nilai tukar ini. Sebagai contoh, TUGU mengelola risiko volatilitas nilai tukar dengan menggunakan strategi natural hedging, di mana sebagian aset perusahaan ditempatkan dalam mata uang asing untuk menyesuaikan dengan eksposur risiko valuta asing pada sisi liabilitas di neraca. Pendekatan ini dinilai efektif untuk menghadapi depresiasi rupiah terhadap dolar AS yang berlanjut.
Antisipasi Risiko Volatilitas Instrumen Keuangan
Selain fluktuasi nilai tukar, Nur juga mencatat risiko volatilitas yang terkait dengan instrumen keuangan lainnya, seperti obligasi dan saham. Meskipun demikian, eksposur risiko pasar TUGU, terutama pada instrumen investasi, masih tergolong manageable dan sesuai dengan toleransi risiko perusahaan. Untuk tahun 2025, TUGU berencana memfokuskan penempatan investasi pada instrumen surat utang negara dengan tenor pendek hingga menengah, mengingat ekspektasi terbatasnya penurunan suku bunga dan potensi peningkatan pasokan surat utang.
Di sisi lain, sektor saham juga berpotensi memberikan imbal hasil yang menarik, terutama setelah koreksi pasar yang terjadi sepanjang tahun, yang membawa valuasi saham domestik, terutama emiten besar dengan kinerja solid, ke posisi yang relatif murah secara historis. Nur menyebutkan bahwa penempatan investasi ini akan dilakukan secara selektif, memperhatikan perkembangan pasar untuk memperoleh risk-return yang optimal.
Dampak PSAK 117 dan 109 serta Kinerja Keuangan TUGU
Selain faktor eksternal, Nur juga mengingatkan bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun pertama penerapan PSAK 117 dan 109 bagi perusahaan asuransi di Indonesia. Perubahan ini diperkirakan akan mempengaruhi bisnis perusahaan asuransi, termasuk TUGU. Namun, meskipun menghadapi tantangan ini, kinerja keuangan TUGU masih solid. Berdasarkan laporan keuangan bulanan, TUGU mencatatkan rasio Risk Based Capital (RBC) sebesar 494%, jauh di atas ketentuan OJK yang minimal 120%, bahkan lebih tinggi dari rata-rata industri asuransi umum dan reasuransi yang berada di level 330%. Rasio Kecukupan Investasi (RKI) TUGU juga tercatat tinggi, yaitu 670%, jauh di atas rata-rata industri yang hanya mencapai 186%.
Tingkat RBC dan RKI yang lebih tinggi dari rata-rata industri menunjukkan bahwa TUGU memiliki solvabilitas yang kuat, kemampuan yang baik dalam memenuhi klaim di masa depan, serta kesehatan keuangan yang sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun menghadapi tantangan eksternal seperti pelemahan rupiah dan volatilitas pasar, investor tidak perlu khawatir mengenai stabilitas keuangan dan prospek TUGU. (Zan)