JagatBisnis.com – Industri alat berat nasional saat ini tengah menghadapi tantangan besar yang dipicu oleh kebijakan baru terkait pajak. Salah satunya adalah rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang dijadwalkan berlaku pada 2025. Selain itu, para pelaku bisnis alat berat juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi Pajak Alat Berat (PAB), sebuah kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah.
Apa Itu Pajak Alat Berat?
Pajak Alat Berat (PAB) merupakan bagian dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Berdasarkan ketentuan tersebut, tarif PAB ditetapkan dengan batas maksimum 0,2% dari nilai jual alat berat. Pemerintah daerah akan menentukan besaran tarif ini melalui Perda masing-masing daerah.
Sebagai contoh, alat berat seperti excavator, bulldozer, crane, loader, dan dump truck akan dikenakan pajak sesuai dengan nilai jualnya. Rumus perhitungan PAB adalah 0,2% dari harga jual alat berat. Misalnya, jika sebuah excavator berkapasitas 20 ton dihargai Rp 1,77 miliar, maka PAB yang harus dibayar adalah sekitar Rp 3,54 juta per tahun.
Dampak pada Industri dan Pengusaha
Penerapan PAB ini tentu menambah beban bagi para pemilik alat berat. Ketua Umum Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI), Yushi Sandidarma, mengungkapkan bahwa kebijakan ini, ditambah dengan rencana penerapan PPN 12% pada alat berat, akan membuat biaya pengadaan alat berat menjadi lebih mahal. Hal ini berpotensi menekan daya beli pelanggan dan menghambat penjualan alat berat pada tahun 2025.
Menurut PAABI, tren penjualan alat berat di Indonesia bisa mengalami penurunan seiring dengan diberlakukannya PAB dan PPN 12%. Saat ini, industri alat berat di Indonesia memang tengah mengalami penurunan produksi. Hingga kuartal III 2024, produksi alat berat nasional tercatat turun 18% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan target produksi 8.000 unit pada 2024 yang sulit tercapai.
Tantangan Bagi Sektor Pertambangan dan Perkebunan
Bagi sektor pertambangan, terutama batubara, pemberlakuan PAB ini dapat berdampak signifikan. Plt Direktur Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani, menilai bahwa biaya alat berat dan peralatan tambang menyumbang sekitar 35%-40% dari total biaya produksi. Dengan adanya pajak tambahan ini, perusahaan tambang mungkin akan meninjau kembali investasi mereka dalam alat berat, yang dapat mengurangi kegiatan operasional mereka.
Di sektor perkebunan kelapa sawit, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, juga menyampaikan keprihatinannya. Meskipun PAB dan PPN 12% hanya berdampak pada investasi awal alat berat, para pelaku usaha tetap harus memikirkan biaya operasional dan perawatan rutin alat berat. Hal ini, pada gilirannya, akan meningkatkan kebutuhan modal kerja tambahan untuk menjaga kelancaran arus kas perusahaan.
Menyikapi Tantangan Baru
Dengan berlakunya PAB dan PPN 12%, para pelaku usaha alat berat dan sektor terkait harus cermat menyikapi perubahan ini. Meski ada ketidakpastian mengenai dampak jangka panjangnya, para pelaku industri perlu mempersiapkan diri dengan perencanaan keuangan yang matang agar tetap bisa bertahan dan berkembang di tengah tantangan pajak yang semakin berat. (Mhd)