JagatBisnis.com – Harga minyak mentah berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan mingguan sebesar 9%, didorong oleh kekhawatiran investor terkait potensi gangguan aliran minyak mentah akibat konflik yang semakin meluas di Timur Tengah. Pernyataan Presiden AS, Joe Biden, mengenai kemungkinan dukungan terhadap serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran, semakin menambah ketegangan di pasar.
Pada Jumat (4/10) pukul 20.23 WIB, harga minyak mentah Brent berjangka naik 0,85% menjadi US$ 78,28 per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga meningkat 0,85% menjadi US$ 74,34 per barel.
Biden mengungkapkan bahwa AS sedang mendiskusikan dukungan terhadap serangan Israel sebagai respons terhadap serangan rudal yang diluncurkan Iran ke wilayah Israel. Di sisi lain, militer Israel telah melancarkan serangan udara di Beirut sebagai bagian dari pertempurannya melawan kelompok bersenjata Hizbullah.
Kondisi semakin memanas setelah Iran menembakkan rudal ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah. Para analis dari JPMorgan memperkirakan bahwa Israel mungkin akan menyerang kilang minyak Iran atau terminal ekspor utama di Pulau Kharg, dengan tujuan mengganggu pendapatan minyak Iran. Namun, mereka memperingatkan bahwa langkah tersebut mungkin tidak disetujui oleh pemerintah AS, yang berhati-hati dalam menjaga stabilitas pasar minyak menjelang pemilihan presiden.
Dalam pernyataan terpisah, Iran mengancam akan menargetkan instalasi energi dan gas Israel jika terjadi serangan dari pihak Israel, menurut kantor berita semi-resmi Iran, SNN.
Saat ini, Iran memproduksi sekitar 3,2 juta barel minyak per hari, yang setara dengan 3% dari total produksi global dan merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Meskipun kekhawatiran pasokan telah mendorong harga naik, pasokan minyak mentah global di Timur Tengah tetap stabil meskipun terjadi kerusuhan.
Sebagai penyeimbang, pemerintah Libya dan National Oil Corporation mengumumkan pada hari Kamis bahwa semua ladang minyak dan terminal ekspor telah dibuka kembali setelah menyelesaikan perselisihan mengenai kepemimpinan bank sentral. Penyelesaian ini diperkirakan akan memungkinkan Libya untuk menggandakan produksinya, kembali mencapai sekitar 1,2 juta barel per hari.
Dengan kondisi ini, pasar minyak global terus dipantau ketat, mengingat situasi di Timur Tengah yang dapat berpengaruh besar terhadap aliran dan harga minyak dunia. (Hky)