jagatbisnis.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT mengatakan 80 % pelaku terorisme ini terpengaruh oleh internet atau dunia Maya, hal ini dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang yang selalu di cekoki paham radikalisme untuk membenci terhadap suatu kebijakan atau menganggap negara itu seperti thagut.
Penanganan terorisme tidaklah mudah karena berkaitan dengan ideologi. Seperti yang disampaikan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Romo Antonius Benny
Dibutuhkan pendekatan secara holistik melalui pendekatan Pancasila, baik pendekatan secara ekonomi dengan membantu meringankan beban para bekas napiter itu agar mempunyai penghasilan, karena kita betansulitnya masyarakat untuk menerima mereka kembali ke masyarakat maupun sosial,” ungkap Romo Benny dalam diskusi bertemakan Mencintai NKRI Dari Balik Jeruji, di Jakarta, Selasa (28/5).
Dia menambahkan juga untuk melibatkan pegiat media sosial untuk membangun pola pendidikan Pancasila kekinian dan tidak membosankan . Sebab, pola pendidikan Pancasila lama tak lagi diminati generasi milenial.
Kalau anak-anak sekarang dijejali pendidikan P4, satu jam mereka sudah mengantuk. Kita perlu membuat film tentang Napiter (narapidana terorisme) yang menarik, bagaimana mereka mau berikrar setia kepada NKRI,” imbuhnya.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen R Achmad Nurwakhid mengatakan berdasarkan data, sebagian besar terorisme akibat pengaruh dari internet.
“Di dunia maya dibilang, keterpaparan terorisme saat ini hampir 80%, karena dunia maya,” kata Achmad.
Ia menduga kondisi tersebut diperparah dengan masuknya ideologi di era digital yang sangat massif. Karenanya, perlu dilakukan penanganan dan pengawasan ketat dari paham menyimpang.
Ia juga menegaskan radikalisme maupun paham yang menyesatkan tidak ada kaitan dengan agama tertentu. Namun, kerap kali stigmanya ditempelkan pada suatu keyakinan seperti banyak contohnya di Indonesia agama mayoritas adalah muslim, tapi kita juga mengetahui negara lain juga dipengaruhi oleh suatu kelompok mayoritas seperti di India, Rohingya atau Inggris dan Irlandia.
“Apakah radikalisme terkait dengan agama? Saya menegaskan radikalisme, ekstremisme tidak ada kaitannya dengan agama. Tapi dengan oknum umat beragama. Biasanya menunggangi agama mayoritas di suatu wilayah,” ujar Achmad.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM Erwedi Supriyatno mendukung program pembinaan napiter di Lapas, salah satunya dengan wawasan kebangsaan. Erwedi menyebut program pembinaan wawasan kebangsaan melibatkan pihak-pihak terkait penanganan terorisme. Di antaranya BPIP dan BNPT. Salah satunya lewat program klinik Pancasila, perpustakaan Pancasila dalam lapas dan lainnya.
Turut hadir pula dalam diskusi yang digelar PT Indonesia Digital Pos (IDP) dan didukung BNPT, BPIP, Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM, serta Ditjen Imigrasi itu yakni Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dan Analisis Kebijakan Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Erwin Hendra Winata.
Dirut PT IDP Sumber Rajasa Ginting menuturkan seminar digelar untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang ancaman terorisme serta langkah preventif menjaga keamanan dan kedamaian di lingkungan.
“Kami berharap diskusi ini dapat memberikan wawasan baru bagi kita semua dalam menghadapi ancaman terorisme,” pungkasnya. (Hfz)