Cegah Virus Marburg, Dinkes DKI Minta Kurangi Kontak dengan Kelelawar

JagatBisnis.comDinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta menyampaikan sejumlah langkah pencegahan agar bisa meminimalisir penularan virus Marburg dari hewan ke manusia dan manusia ke manusia. Penularan virus Marburg sejauh ini diketahui dari binatang kelelawar.

Kepala Seksi Surveilans Epidemiolog dan Imunisasi Dinkes Provinsi DKI Jakarta, dr Ngabila Salama menjelaskan, salah satu langkah pencegahan agar tak tertular adalah dengan cara mengurangi kontak dengan kelelawar reservoir virus Marburg. Apabila seseorang harus mengunjungi habitat kelelawar, maka dapat menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker.

Baca Juga :   Dinkes DKI soal Cacar Monyet: Masyarakat Diminta Jangan Panik, Tingkatkan Kewaspadaan

“Masyarakat juga harus tetap mengonsumsi makanan yang sudah pasti matang. Jadi, konsumsi daging secara matang, termasuk saat di daerah wabah virus Marburg. Menghindari kontak dengan orang yang dicurigai atau terinfeksi termasuk cairan tubuhnya,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, ada tatalaksana untuk tenaga kesehatan (nakes) sesuai dengan aturan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), seperti menggunakan APD. Selain itu juga rutin mencuci tangan setelah kunjungan ke orang sakit atau setelah melakukan penanganan terhadap orang yang sakit di rumah.

Baca Juga :   DKI Siapkan 120.050 Dosis Vaksin Covid-19

“Melakukan tatalaksana penanganan sampel cairan dan jaringan tubuh penderita penyakit virus Marburg dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan PPI,” imbuhnya.

Diketahui, penyebaran virus Marburg sejauh ini hanya berada di Guinea. Meski begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tetap memantau potensi terbawanya virus Marburg ke Indonesia melalui pelaku perjalanan. Apalagi, sejauh ini belum ada vaksin untuk virus Marburg.

Baca Juga :   Soal Kasus Hepatitis Akut Misterius, Komisi E DPRD DKI Akan Panggil Dinkes

“Sementara untuk pengobatannya, secara spesifik buat Marburg belum ada. Namun, gejala berat bisa dicegah jika terinfeksi. Pengobatan lebih bersifat suportif dan mengobati gejala (simptomatif),” ucap dr Ngabila. (*/esa)