Ketua ADO Usulkan Klaster Khusus untuk Pengemudi Ojol, Kritik Rencana Pemerintah Masukkan ke UMKM

Ketua ADO Usulkan Klaster Khusus untuk Pengemudi Ojol, Kritik Rencana Pemerintah Masukkan ke UMKM

JagatBisnis.com – Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Taha Syafariel, menanggapi rencana pemerintah yang ingin memasukkan pengemudi ojek online (ojol) ke dalam klaster Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menurutnya, langkah ini belum sepenuhnya tepat karena karakteristik pengemudi ojol berbeda dari pelaku UMKM pada umumnya.

Taha mengusulkan pembentukan klaster tersendiri yang mengatur secara khusus ekosistem kerja ojol dan profesi sejenis. “Kami mengusulkan klaster baru di antara pekerja dan mitra, karena kategori UMKM belum sepenuhnya mencerminkan kondisi kerja ojol saat ini,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tumpang tindih regulasi yang saat ini tersebar di berbagai kementerian seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perhubungan, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurut Taha, pengemudi ojol disebut mitra oleh Kemenhub, pekerja informal oleh Kemenaker, sementara algoritma kerja dikendalikan oleh aplikator yang berada di bawah Kominfo, namun tanpa transparansi.

Persoalan utama pengemudi ojol bukan hanya status hukum, tetapi juga ketidakpastian penghasilan akibat sistem algoritma yang tertutup. “Fleksibilitas yang disebut-sebut itu sebenarnya hanya ilusi dan bagian dari rekayasa model bisnis perusahaan aplikasi,” tegas Taha.

Oleh karena itu, ADO mendorong adanya payung hukum berbentuk undang-undang yang mengatur secara komprehensif sektor transportasi daring. Regulasi ini akan menetapkan status pengemudi, skema kemitraan, serta peran kementerian terkait dalam pengawasan dan perlindungan.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, menyatakan pemerintah tengah merancang regulasi agar pengemudi ojol masuk dalam kategori UMKM. Rancangan aturan ini berupa Peraturan Menteri (Permen) yang sedang dibahas lintas kementerian untuk memberikan perlindungan hukum sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Meski begitu, Maman mengakui proses tersebut memerlukan sinkronisasi dengan kementerian lain agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi. “Ini perlu diselaraskan secara menyeluruh agar regulasi efektif dan jelas,” pungkasnya. (Zan)