Ekbis  

Harga Batubara Tertekan, Impor China Turun Tajam dan Uji Ketahanan Industri Tambang Indonesia

JagatBisnis.com – Prospek industri batubara Indonesia pada tahun 2025 menghadapi tekanan berat akibat melemahnya harga global dan berkurangnya impor dari China—negara yang selama ini menjadi pemain dominan dalam pasar batubara dunia.

Menurut data TradingEconomics per Kamis (12/6), harga batubara acuan Newcastle tercatat sebesar US$104,45 per ton. Angka ini jauh dari level tertinggi dalam empat bulan terakhir, mencerminkan kekhawatiran pasar atas merosotnya permintaan dari China.

Impor China Diprediksi Turun 100 Juta Ton

Impor batubara China diproyeksikan turun hingga 100 juta ton sepanjang 2025, setara penurunan tahunan 18,4%. Selama lima bulan pertama tahun ini saja, impor batubara dari negara tersebut sudah anjlok 8% secara tahunan.

Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani, menyatakan bahwa dampaknya sudah terasa signifikan bagi ekspor Indonesia.

“Penurunan ekspor ke China mencapai sekitar 10% hingga April 2025. Ini berdampak langsung pada pendapatan pelaku usaha dan penerimaan negara,” ujar Gita.

Gita menjelaskan, penurunan ini dipicu oleh peningkatan produksi dalam negeri China, harga batubara lokal yang lebih murah, serta stok dalam negeri yang melimpah. Kondisi ini membuat batubara Indonesia, terutama batubara termal, menghadapi tekanan harga yang signifikan—bahkan telah menyentuh ambang biaya produksi.

Strategi Bertahan di Tengah Tekanan

Dengan harga yang nyaris menyamai ongkos tambang, pelaku usaha harus memperkuat strategi efisiensi dan daya saing.

“Strategi bisnis menjadi krusial agar batubara Indonesia tetap kompetitif, minimal bisa menyesuaikan dengan harga domestik China,” tambah Gita.

Lisya Anxellin, Research Analyst Phintraco Sekuritas, menyebut pelemahan ini dipicu oleh berbagai faktor di China, termasuk meningkatnya bauran energi terbarukan, stagnasi konsumsi listrik, serta menurunnya aktivitas manufaktur karena lesunya pesanan ekspor.

“Dampaknya terasa langsung pada pasar global, karena China adalah konsumen sekaligus importir batubara terbesar di dunia,” jelas Lisya. Ia memprediksi harga batubara akan bergerak sideways di kisaran US$100–US$120 per ton hingga akhir 2025.

Tekanan Jangka Pendek, Peluang Jangka Panjang

Research Analyst Henan Sekuritas, Irsyady Hanief, menambahkan bahwa penurunan impor batubara China hingga 13–18% YoY turut menekan harga batubara termal dan metalurgi, yang masing-masing terkoreksi -27,29% dan -39,23% secara tahunan.

Namun, Irsyady tetap melihat potensi pertumbuhan jangka panjang seiring meningkatnya kebutuhan listrik di Asia serta permintaan batubara metalurgi untuk smelter baja dan nikel.

ADMR: Tetap Optimistis, Fokus Efisiensi

PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR), anak usaha dari ADRO yang fokus pada batubara metalurgi, menyatakan tetap optimistis terhadap prospek ke depan.

Head of Corporate Communication Alamtri Resources, Febriati Nadira, menyebut bahwa penjualan ADMR ke pasar domestik mencapai 38% dari total volume, sementara ekspor didominasi Jepang (27%), diikuti India (14%), Korea Selatan (10%), dan China (9%).

“Fluktuasi harga adalah bagian dari siklus industri. Kami tetap fokus pada efisiensi dan pencapaian target melalui pengendalian operasional,” ungkap Nadira. (Mhd)