Harga Tahu dan Tempe Terancam Naik, Dampak Langsung dari Kebijakan Tarif Donald Trump

Harga Tahu dan Tempe Terancam Naik, Dampak Langsung dari Kebijakan Tarif Donald Trump

JagatBisnis.com – Kenaikan harga tahu dan tempe tampaknya tinggal menunggu waktu. Para perajin siap menyesuaikan harga jual jika harga bahan baku utama—kedelai—terus melonjak akibat kebijakan tarif impor terbaru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Kebijakan tarif yang diumumkan pada 3 April 2025 itu menyasar berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan tarif mencapai 32%. Meskipun beberapa produk strategis dikecualikan, kedelai tidak termasuk dalam daftar tersebut.

Indonesia, yang sangat bergantung pada impor kedelai dari AS, kini menghadapi tekanan besar. Nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS semakin memperburuk keadaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai dari AS meningkat dari 2,27 juta ton pada 2023 menjadi 2,67 juta ton pada 2024.

Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe (Kopti) Kabupaten Bogor, Sukhaeri, menjelaskan bahwa para perajin biasanya menyiasati kenaikan harga kedelai dengan mengecilkan ukuran tahu dan tempe yang dijual.

“Kalau kenaikan masih dalam batas wajar, sekitar 5–15%, kami menyesuaikan ukuran. Tapi kalau kenaikannya sudah di luar batas itu, harga jual akan ikut naik,” ujar Sukhaeri, Rabu (9/4/2025).

Ia menambahkan bahwa dampak dari kenaikan ini pada akhirnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai konsumen akhir.

Sementara itu, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa Indonesia akan segera membuka jalur diplomasi dan negosiasi dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) terkait tarif baru tersebut.

“Saya kira masih bisa dibicarakan. Diplomasi perdagangan harus segera dilakukan,” ujar Zulhas dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).

Dalam waktu dekat, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama tim akan terbang ke Amerika Serikat untuk memperjuangkan kepentingan perdagangan Indonesia. Salah satu topik yang akan dibahas adalah potensi ekspor produk pangan Indonesia ke AS, termasuk telur ayam, sebagai upaya menjaga keseimbangan dagang.

Situasi ini menunjukkan betapa kebijakan luar negeri bisa berdampak langsung pada kebutuhan pokok masyarakat. Jika diplomasi gagal, tahu dan tempe bukan hanya akan menjadi lebih mahal, tetapi juga lebih kecil di meja makan kita. (Mhd)