Ekbis  

Perpanjangan Izin Ekspor Tembaga Freeport Hingga Juni 2025: Pemerintah Beri Toleransi dengan Syarat

Perpanjangan Izin Ekspor Tembaga Freeport Hingga Juni 2025: Pemerintah Beri Toleransi dengan Syarat

JagatBisnis.com – Upaya PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mendapatkan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga akhirnya membuahkan hasil. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Freeport mendapatkan izin ekspor yang diperpanjang hingga Juni 2025.

Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kendala yang dialami smelter Freeport akibat kebakaran di fasilitas Asam Sulfat. Bahlil menjelaskan, meskipun batas waktu ekspor konsentrat tembaga yang ditetapkan dalam undang-undang adalah 31 Desember 2024, pemerintah memutuskan untuk memberikan perpanjangan ekspor dengan alasan yang mendalam, salah satunya adalah situasi yang melibatkan insiden kebakaran tersebut.

“Setelah melakukan rapat terbatas, kami mempertimbangkan baik-baik antara kepentingan negara, perusahaan, dan rakyat Papua. Kebakaran di fasilitas Asam Sulfat yang terjadi memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Kami sudah menerima hasil dari kepolisian dan pihak asuransi yang menyimpulkan bahwa ini adalah kejadian force majeure,” ungkap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/2).

Baca Juga :   Linde Indonesia Mulai Pemasokan Gas Industri ke Fasilitas Pemurnian Tembaga PT Freeport Indonesia di Gresik

Meski smelter Freeport yang telah menyerap investasi sekitar US$ 3 miliar hampir rampung, kebakaran ini menyebabkan operasionalnya tertunda. Sebagai respons, pemerintah memberikan perpanjangan izin ekspor hingga smelter tersebut selesai diperbaiki pada Juni 2025.

Sebagai bentuk komitmen, pemerintah juga meminta Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, untuk menandatangani pernyataan resmi yang mengikat. “Jika sampai Juni pun smelter ini tidak selesai, maka sanksi akan dikenakan, termasuk pajak ekspor yang maksimal,” tegas Bahlil.

Meski izin ekspor diberikan hingga Juni, Bahlil menegaskan bahwa operasional smelter tidak akan langsung berjalan penuh. Awalnya, hanya sekitar 30%-40% dari total konsentrat yang diproduksi akan diekspor secara bertahap, sementara sisanya akan diserap oleh smelter. Bahlil memastikan bahwa pada September atau Oktober 2025, smelter diharapkan sudah dapat beroperasi dengan kapasitas optimal.

Baca Juga :   Sinergi MIND ID: Pengiriman Perdana Emas dari Freeport Indonesia ke Antam, Wujudkan Hilirisasi Sumber Daya Alam Indonesia

Terkait volume ekspor yang diizinkan, pemerintah akan memastikan perhitungan yang cermat. Berdasarkan data, total produksi konsentrat Freeport mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun, dengan sekitar 1,35 juta ton dialokasikan untuk smelter yang sudah berekspansi, dan 1,7 juta ton untuk smelter baru.

Pemerintah, menurut Bahlil, tidak ingin membuat keputusan yang merugikan pekerja, ekonomi Papua, dan pendapatan daerah. Meskipun Freeport meminta relaksasi ekspor, pemerintah tetap konsisten untuk menjaga kepentingan nasional.

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan untuk kembali membuka izin ekspor tembaga setelah terhentinya operasional smelter. Hal ini menyebabkan sekitar 1,5 juta ton konsentrat tembaga menjadi idle. Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, memperkirakan bahwa jika ekspor tetap dilarang, negara bisa kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 65 triliun per tahun.

Baca Juga :   Freeport-McMoRan Akan Terus Ekspor Konsentrat Tembaga Hingga Kuartal II-2025

Tony menjelaskan rincian potensi kehilangan tersebut, yang terdiri dari dividen, pajak, bea keluar, dan royalti, serta dampak pada pendapatan daerah, terutama di Papua. Ia juga menambahkan bahwa dana kemitraan untuk pengembangan masyarakat yang berasal dari 1% revenue Freeport diperkirakan akan berkurang hingga Rp 1 triliun jika larangan ekspor tetap diberlakukan.

Dengan perpanjangan izin ekspor ini, pemerintah berharap Freeport dapat segera menyelesaikan kendala yang ada dan memulai kembali operasional smelternya dengan optimal pada pertengahan 2025. (Mhd)