Komdigi Rencanakan Lelang Frekuensi 1,4 GHz, Pengamat: Tantangan untuk Wujudkan Internet Cepat dan Murah

Komdigi Rencanakan Lelang Frekuensi 1,4 GHz, Pengamat: Tantangan untuk Wujudkan Internet Cepat dan Murah

JagatBisnis.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah merencanakan lelang frekuensi 1,4 GHz untuk memperluas jangkauan layanan internet cepat di Indonesia. Rencana ini bertujuan untuk menyediakan layanan broadband wireless access (BWA) dengan kecepatan internet yang dapat menembus 100 Mbps dengan harga terjangkau, sekitar Rp 100.000-an. Fokus utama dari alokasi spektrum frekuensi ini adalah untuk wilayah dengan penetrasi internet yang masih rendah atau bahkan belum ada akses sama sekali.

Namun, rencana ini menuai tanggapan dari pengamat telekomunikasi, Kamilov Sagala, yang menganggap bahwa penggunaan frekuensi 1,4 GHz untuk menciptakan internet cepat dan murah akan menghadapi tantangan besar. Menurut Kamilov, lebih dari 1.100 operator telekomunikasi pemegang lisensi jaringan tetap lokal sudah membangun jaringan serat optik di berbagai daerah, termasuk perumahan, sehingga penggunaan frekuensi tersebut untuk menghadirkan internet cepat dengan harga terjangkau menjadi sulit.

“Biaya pembangunan jaringan fiber optik di daerah dengan tingkat keamanan rendah dan kondisi geografis yang menantang sangat tinggi. Hal ini menjadikan sulit bagi operator BWA yang memenangkan lelang frekuensi 1,4 GHz untuk menawarkan layanan 100 Mbps dengan harga Rp 100.000-an. Bahkan jika menggunakan backhaul seperti Starlink, biayanya tetap mahal,” kata Kamilov, yang juga mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Tantangan di Daerah Terpencil

Kamilov juga menyebutkan bahwa meskipun lelang frekuensi 1,4 GHz bertujuan untuk mengisi ceruk pasar di daerah yang belum ada operator jaringan serat optik, sejarah menunjukkan bahwa ketika lisensi BWA atau Fixed Wireless Access (FWA) dilelang, operator telekomunikasi cenderung enggan membangun jaringan di daerah terpencil yang tidak menguntungkan secara ekonomi. Hal ini membuat pertanyaan muncul tentang niat operator BWA, apakah benar-benar ingin mendukung pemerataan layanan telekomunikasi murah atau justru hanya ingin mengkapitalisasi spektrum frekuensi yang mereka kuasai.

Kamilov menyebutkan, contoh lain adalah Starlink yang awalnya dijanjikan untuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), namun lebih banyak dipasarkan di wilayah perkotaan seperti rumah dan apartemen di kota-kota besar. “Apakah operator BWA ini benar-benar berkomitmen untuk pemerataan akses telekomunikasi murah? Ataukah hanya ingin mencari keuntungan dari spektrum frekuensi yang mereka miliki?” tanyanya.

Saran untuk Lelang Frekuensi 700 MHz

Untuk itu, Kamilov menyarankan agar Komdigi mempertimbangkan untuk lebih memprioritaskan lelang frekuensi 700 MHz, yang menurutnya dapat memberikan solusi lebih baik bagi kebutuhan layanan broadband. Dengan spektrum frekuensi yang lebih murah dan lebih luas, operator akan lebih mampu menawarkan harga terjangkau dengan kualitas yang lebih baik. Di sisi lain, lelang frekuensi 1,4 GHz yang mahal, ditambah dengan biaya hak penggunaan frekuensi (BHP) yang tinggi, dikhawatirkan justru akan merugikan operator dan menyebabkan kegagalan dalam mencapai tujuan pemerataan akses internet murah di seluruh Indonesia.

“Jika lelang 1,4 GHz tetap dilaksanakan dengan harga tinggi, bisa jadi perusahaan BWA akan kesulitan membayar PNBP dan akhirnya gagal, yang berujung pada pengembalian frekuensi tersebut ke pemerintah,” tambahnya.

Dengan berbagai tantangan ini, Kamilov menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi pasar dan kesiapan operator sebelum melaksanakan lelang frekuensi 1,4 GHz, agar tujuan pemerintah dalam memperluas akses internet cepat dan murah di Indonesia dapat tercapai dengan maksimal. (Mhd)