JagatBisnis.com – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) telah mengambil langkah antisipasi terkait utang macet yang dimiliki oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan biaya provisi yang tercatat cukup signifikan di kuartal IV 2024.
Biaya provisi BNI tercatat mengalami lonjakan sebesar 50,3% secara kuartalan, mencapai Rp 2,82 triliun pada periode tersebut. Kenaikan ini berdampak pada penurunan laba BNI yang tercatat turun 8,2% secara kuartalan menjadi Rp 5,15 triliun di kuartal akhir 2024.
Menurut Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, penyebab utama kenaikan biaya provisi ini adalah penambahan provisi untuk menanggulangi utang macet yang dimiliki oleh Sritex. Meski demikian, Royke memastikan bahwa setelah langkah ini diambil, dampak terhadap kinerja BNI di masa depan diperkirakan tidak akan signifikan karena biaya provisi yang telah ditingkatkan dianggap sudah cukup untuk mengantisipasi risiko tersebut.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia, Erni Marsella Siahaan, dalam risetnya pada 23 Januari 2025, menilai bahwa langkah BNI dalam meningkatkan provisi ini merupakan tindakan manajemen yang mengutamakan kehati-hatian. Selain peningkatan provisi untuk Sritex, Erni juga mengungkapkan bahwa biaya provisi BNI juga dipengaruhi oleh manajemen overlay sebesar Rp 500 miliar, yang diakibatkan oleh penjaminan lebih besar untuk sektor UMKM.
“Manajemen secara konservatif meningkatkan cakupan provisi untuk berbagai segmen UMKM. Untuk kategori UMKM tahap 2 meningkat dari 20% menjadi 40%, sementara untuk tahap 3 naik dari 60% menjadi 70%,” kata Erni.
Senada dengan Erni, analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, menilai bahwa peningkatan biaya provisi ini merupakan langkah antisipasi yang dilakukan oleh BNI. Ia juga mencatat bahwa tren kualitas kredit BNI menunjukkan perbaikan yang signifikan. Non Performing Loan (NPL) gross BNI tercatat turun 10 basis poin secara tahunan menjadi 2% di 2024, sementara Loan at Risk (LaR) juga turun dari 12,9% di 2023 menjadi 10,2% di 2024.
“Perbaikan kualitas aset ini berpotensi berlanjut di 2025,” ujar Nurwachidah dalam risetnya.
Dengan langkah-langkah kehati-hatian yang diambil, BNI diharapkan dapat menjaga stabilitas kinerja dan melanjutkan perbaikan kualitas aset di tahun-tahun mendatang. (Hky)