JagatBisnis.com – Pemerintah berencana untuk memberlakukan pungutan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada semester kedua tahun 2025. Rencana ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula dan mendukung kesehatan masyarakat, namun memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan pengusaha.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyambut baik niat pemerintah untuk mendukung kesehatan, namun ia mengingatkan bahwa kebijakan cukai ini perlu dilakukan dengan hati-hati. Menurutnya, pungutan cukai berpotensi meningkatkan biaya produksi dan harga jual produk, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi daya saing produk di pasar.
“Pelaksanaannya harus dilakukan dengan kajian matang, mengingat dampaknya yang langsung pada struktur biaya dan daya saing produk,” ujar Shinta dalam keterangan resminya, Sabtu (18/1). Apindo juga mengusulkan agar pemerintah memberikan masa transisi yang cukup bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini, termasuk memberi waktu yang cukup bagi produsen untuk merumuskan ulang produk sesuai dengan regulasi baru.
Sementara itu, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, berpendapat bahwa penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait kadar gula pada produk minuman berpemanis mungkin lebih efektif daripada kebijakan cukai. Menurut Putu, SNI yang menetapkan batas kadar gula yang harus dipatuhi oleh produsen bisa memberikan kepastian yang lebih jelas dibandingkan kebijakan cukai yang hanya berlaku untuk produk tertentu.
“Kebijakan SNI dapat memberikan sanksi pidana bagi pelanggar, sehingga lebih memberi kepastian,” ujar Putu.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, juga mengkritik kebijakan cukai ini. Menurutnya, cukai bukanlah cara yang tepat untuk mengatasi penyakit tidak menular (NCD) seperti diabetes dan obesitas, yang sering dikaitkan dengan konsumsi gula berlebih. Gapmmi lebih memilih agar pemerintah fokus pada edukasi kepada masyarakat tentang bahaya konsumsi gula berlebihan.
“Kami sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa cukai MBDK ini tidak tepat untuk mengatasi masalah NCD. Lebih baik mengedukasi masyarakat tentang bahaya konsumsi gula berlebihan,” kata Adhi.
Adhi juga mengkhawatirkan bahwa penerapan cukai MBDK dapat menyebabkan harga produk meningkat secara signifikan, bahkan diperkirakan hingga 30%. Kenaikan harga ini, menurutnya, bisa berdampak buruk pada perekonomian nasional, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.
“Jika cukai dikenakan, biaya produk bisa naik sekitar 30%. Ini akan mengganggu perekonomian dan daya beli masyarakat,” tambahnya.
Penerapan kebijakan cukai MBDK pada semester II-2025 semakin mendekat, namun masih banyak perdebatan mengenai dampak jangka panjangnya. Para pengusaha berharap agar pemerintah tidak hanya mengandalkan kebijakan cukai sebagai solusi, tetapi juga memberikan perhatian serius terhadap implikasi ekonomi dari kebijakan ini. Selain itu, upaya edukasi untuk menurunkan konsumsi gula di masyarakat harus tetap menjadi prioritas.
“Jangan sekadar ambil jalan pintas untuk langsung mengurangi penggunaan gula dengan jalan cukai yang ujungnya mengganggu perekonomian,” tegas Adhi. (Mhd)