JagatBisnis.com – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menetapkan harga gas regasifikasi sebesar US$ 16,77 per MMBTU yang berlaku mulai 1 Januari hingga 31 Maret 2025. Keputusan ini diambil sebagai langkah strategis untuk memastikan pasokan energi yang stabil bagi industri, di tengah tantangan ketersediaan gas pipa yang masih terjadi.
Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman, menjelaskan bahwa perusahaan memiliki dua sumber utama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan: pasokan gas pipa dan gas hasil regasifikasi LNG. Pasokan gas pipa relatif stabil karena tidak bergantung pada harga minyak dan mengikuti ketentuan pemerintah. Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi, PGN mulai memanfaatkan gas regasifikasi LNG sejak pertengahan 2024. Gas regasifikasi ini diperoleh dari tiga kargo LNG domestik yang telah sepenuhnya diserap oleh pelanggan.
Fajriyah menambahkan bahwa penetapan harga gas regasifikasi LNG merujuk pada Indonesia Crude Price (ICP), yang juga ditetapkan oleh pemerintah. Ia juga menjelaskan bahwa struktur biaya gas regasifikasi LNG berbeda dengan gas pipa, karena melalui proses pencairan, pengangkutan, dan regasifikasi, yang membuat biayanya lebih tinggi.
“Karakteristik gas regasifikasi LNG berbeda dengan gas pipa, karena melalui proses pencairan, pengangkutan, dan regasifikasi, sehingga struktur biayanya juga berbeda,” kata Fajriyah.
PGN memperkirakan bahwa keterbatasan pasokan gas pipa akan terus berlangsung pada tahun 2025, sehingga gas regasifikasi LNG diproyeksikan menjadi alternatif utama untuk memenuhi kebutuhan energi industri. Peningkatan porsi pasokan gas regasifikasi LNG ini diharapkan menjadi solusi efektif untuk memastikan pelanggan tetap mendapatkan pasokan energi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain memastikan pasokan energi yang stabil, PGN juga terus berkomunikasi intensif dengan pemerintah, regulator, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan langkah-langkah strategis perusahaan sejalan dengan program pemerintah, terutama dalam memperkuat ketahanan energi nasional.
Namun, kebijakan ini mendapat reaksi keras dari pelaku industri, terutama dari Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki). Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, menyatakan bahwa harga gas yang ditetapkan PGN ini sangat memberatkan industri keramik nasional, mengingat harga gas yang ditawarkan mencapai US$ 16,77 per MMBTU, yang merupakan harga termahal di kawasan Asia Tenggara. Edy mengungkapkan, dengan harga gas tersebut, industri akan dipaksa untuk membayar sekitar 2,5 kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan Harga Gas Baku Tertentu (HGBT) yang sebelumnya sebesar US$ 6,5 per MMBTU.
“Ini merupakan harga gas termahal di kawasan Asia Tenggara. Ini berarti setiap pemakaian gas di atas AGIT industri, maka pelaku usaha dipaksa harus membayar lebih mahal sekitar 2,5 lipat dari HGBT yang sebesar US$ 6,5 per MMBTU,” ungkap Edy.
Dengan kebijakan baru ini, PGN menunjukkan komitmennya untuk menjaga ketahanan energi nasional, meski kebijakan tersebut menambah beban bagi beberapa sektor industri, terutama yang bergantung pada harga gas yang lebih terjangkau. (Zan)