JagatBisnis.com – Pelaku industri kini tengah menunggu kepastian mengenai kelanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah berakhir pada 31 Desember 2024. Kebijakan HGBT sebelumnya membuat harga gas untuk tujuh sektor industri tertentu ditetapkan sebesar US$ 6 per MMBTU. Namun, kebijakan ini kini memasuki masa ketidakpastian, dan para pelaku industri berharap ada kejelasan segera.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa keputusan mengenai perpanjangan HGBT untuk sektor-sektor penerima akan dibahas lebih lanjut melalui rapat yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto. “Kalau aturannya diperluas, itu kan harus sidang yang dipimpin oleh Presiden. Harus ada sidang yang dipimpin oleh Presiden, perpresnya mengatur begitu,” ujar Dadan di Kantor ESDM pada Jumat (3/1).
Menurut Dadan, keputusan mengenai aturan baru akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang telah diteken oleh Presiden Prabowo. Sebelum Perpres tersebut terbit, pelaku industri diharapkan untuk membayar harga gas berdasarkan harga komersial atau harga umum tanpa subsidi. “Kontraknya berdasarkan harga komersial mereka dengan penyedia. Sekarang sudah putus yang 2024, per 31 Desember HGBT sudah stop,” tambah Dadan.
Harga Gas Komersial Melonjak Signifikan
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Kontan, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) melaporkan bahwa harga komersial gas yang berlaku saat ini mencapai US$ 16,77 per MMBTU untuk pemakaian gas di luar Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang sebelumnya diterima oleh industri yang berada dalam kebijakan HGBT.
Potensi Penambahan Sektor Industri Penerima HGBT dan Kecukupan Pasokan Gas
Terkait dengan potensi penambahan sektor industri yang akan menerima HGBT, Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa Kementerian ESDM saat ini masih mengacu pada Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Jika nantinya ada tambahan sektor industri, sektor-sektor yang belum menerima gas dengan harga khusus sebenarnya sudah memiliki kapasitas pasokan dari PJBG, meskipun dengan harga komersial. “Basisnya sebetulnya kan sudah ada pasokannya, basisnya itu kan PJBG. Jadi sudah ada pasokannya. Tapi nanti kan harus dihitung, soal kecukupan penerimaan negaranya masuk atau nggak,” jelas Dadan.
Namun, Dadan juga mengakui bahwa ada beberapa wilayah yang mengalami penurunan pasokan gas, yang dapat mempengaruhi keseimbangan antara sektor-sektor yang menerima HGBT dan yang tidak. “Ini harus dihitung dengan baik supaya kewajiban pemerintah terhadap Kontrak Kerja Sama (KKS) itu tetap terpenuhi,” tambahnya.
Potensi Penambahan 15 Sektor Industri Penerima HGBT
Sejalan dengan perkembangan ini, Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, dalam rapat kerja di Komisi XII DPR RI pada Desember 2024, mengungkapkan bahwa ada potensi untuk menambah jumlah sektor industri penerima HGBT dari tujuh sektor menjadi 15 sektor pada 2025. “Pemberian HGBT ke 15 sektor usulan baru ini bertujuan untuk mendorong peningkatan daya saing industri, mendorong ekspor, dan mendorong investasi sektor industri,” kata Faisol.
Menurut catatan Kontan, saat ini Kementerian ESDM telah menerima rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menambah 15 sub-sektor industri sebagai penerima HGBT pada tahun depan. “Sekarang kita sudah terima usulan tambahan 15 sub sektor (industri) dari Perindustrian,” kata Dadan pada Selasa (10/12) lalu.
Dengan adanya potensi penambahan sektor penerima HGBT, pemerintah diharapkan dapat memastikan kecukupan pasokan gas yang merata, sehingga industri tetap bisa beroperasi dengan efisien dan kompetitif. (Mhd)