Ekbis  

Penerapan B40 Diperkirakan Hemat Devisa Hingga Rp 147,5 Triliun, Ini Penjelasan Kementerian ESDM

Penerapan B40 Diperkirakan Hemat Devisa Hingga Rp 147,5 Triliun, Ini Penjelasan Kementerian ESDM. foto dok listrikindonesia.com

JagatBisnis.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa kebijakan mandatori B40, yang mengharuskan campuran 60% solar dan 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit, diperkirakan akan menghemat devisa negara sebesar US$ 9,33 miliar atau sekitar Rp 147,5 triliun.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa penerapan B40 ini merupakan langkah lanjutan dari penerapan B35, yang sebelumnya telah memberikan penghematan devisa sebesar US$ 7,78 miliar atau Rp 122,98 triliun.

Baca Juga :   Upaya Kementerian ESDM Tingkatkan Tata Kelola Pertambangan Mineral

“Penurunan devisa kita meningkat sekitar Rp 25 triliun, di mana emisi juga mengalami penurunan dari 34,56 juta ton CO2 menjadi 41,46 juta ton CO2,” kata Eniya di Jakarta, Jumat (03/01).

Penerapan B40 secara resmi dimulai pada 1 Januari 2025, namun implementasi penuh baru akan terlaksana pada Maret 2025. Hal ini dikarenakan adanya masa transisi untuk menghabiskan stok B35 yang masih beredar di pasaran. Selama masa transisi, B40 akan perlahan diperkenalkan dan diimplementasikan sepenuhnya.

Baca Juga :   Kementerian ESDM Targetkan Lelang Wilayah Kerja Migas 2025 Tiga Kali Lipat dari 2024

“Untuk B40, Kepmen-nya sudah ditandatangani pada 1 Januari. Proses transisi ini dilakukan agar stok B35 yang ada bisa dihabiskan terlebih dahulu,” tambah Eniya.

Sebagai catatan, pada tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan kuota biodiesel sebesar 15,6 juta kiloliter (kL) untuk B40, yang merupakan peningkatan sebesar 20,18% dibandingkan kuota untuk B35 yang hanya 12,98 juta kL.

Baca Juga :   Proyek Hilirisasi Batubara: Langkah Strategis Menuju Peningkatan Nilai Tambah.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar, sekaligus memberikan dampak positif terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian target energi terbarukan nasional. (Hky)