Ekbis  

APNI Tegaskan Pengendalian Harga Nikel Tidak Bisa Hanya Mengandalkan Pemangkasan Produksi

APNI Tegaskan Pengendalian Harga Nikel Tidak Bisa Hanya Mengandalkan Pemangkasan Produksi. foto dok icsa.co.id

JagatBisnis.com – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menegaskan bahwa pengendalian harga bijih nikel di pasar global tidak dapat sepenuhnya mengandalkan pemangkasan produksi. Menurut Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, faktor-faktor lain seperti sentimen pasar, keseimbangan antara pasokan dan permintaan, serta kualitas cadangan nikel turut memegang peranan penting dalam menentukan harga nikel.

Sentimen Pasar dan Keseimbangan Permintaan-Pasokan Lebih Dominan
Djoko menjelaskan bahwa meskipun pemangkasan produksi bijih nikel bisa berpengaruh terhadap harga, dampaknya tidak akan terlalu signifikan dibandingkan dengan faktor lainnya. “Harga lebih ditentukan oleh sentimen pasar dan keseimbangan antara permintaan dan pasokan. Jika produksi bisa memengaruhi harga, itu tidak terlalu signifikan karena ada banyak parameter lain yang lebih dominan,” kata Djoko, Sabtu (29/12).

Isu Pemangkasan Produksi Nikel di Indonesia
Potensi pemangkasan produksi bijih nikel mulai mencuat setelah laporan Bloomberg pada 19 Desember 2024 yang menyebutkan bahwa Indonesia berencana untuk menurunkan produksi bijih nikel menjadi 150 juta ton pada 2025, turun 44,85% dari produksi tahun ini yang diperkirakan mencapai 272 juta ton. Djoko menilai kebijakan pemangkasan produksi ini akan memiliki dampak signifikan terhadap smelter yang terintegrasi, karena mereka bergantung pada pasokan bijih nikel domestik.

Namun, smelter standalone yang lebih fleksibel bisa mengimpor bahan baku untuk memenuhi kebutuhan operasional mereka. “Jika produksi hanya 150 juta ton, ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh smelter yang ada. Smelter yang terintegrasi juga akan terdampak dan harus menyesuaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB),” jelas Djoko.

Faktor Penentu Harga Nikel di Pasar Global
Djoko mengidentifikasi beberapa faktor utama yang memengaruhi harga bijih nikel global, yang perlu diperhatikan selain kebijakan pengendalian produksi:

  1. Kondisi Pasar Global
    Sentimen pasar dan keseimbangan permintaan serta pasokan menjadi penentu utama dalam fluktuasi harga nikel di pasar internasional.
  2. Negara Penghasil Lain
    Selain Indonesia, negara-negara penghasil nikel utama seperti Filipina, Rusia, dan Kanada juga turut memengaruhi pasokan global, yang pada gilirannya berdampak pada harga.
  3. Kualitas Cadangan Nikel
    Kualitas cadangan nikel laterit atau sulfida memengaruhi biaya produksi dan daya saing harga nikel, mengingat nikel laterit lebih sulit dan mahal untuk diproses dibandingkan dengan nikel sulfida.
  4. Permintaan Nikel untuk Kendaraan Listrik (EV)
    Dengan semakin meningkatnya adopsi kendaraan listrik (EV), permintaan terhadap nikel sebagai bahan utama baterai lithium-ion diperkirakan akan terus meningkat. Permintaan ini memberikan tekanan lebih pada pasokan nikel global.

Sekitar 70% dari produksi nikel saat ini digunakan untuk pembuatan baja tahan karat, yang sebagian besar diproduksi oleh smelter nikel kelas II dengan teknologi Rotary Klin Electric Furnace (RKEF).

Fluktuasi Tajam Harga Nikel
Djoko juga menyoroti fluktuasi tajam harga nikel yang sering terjadi akibat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan global. “Dengan kompleksitas faktor-faktor ini, harga nikel sering kali mengalami fluktuasi tajam, terutama ketika ada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran,” pungkasnya.

Kesimpulan
APNI menegaskan bahwa meskipun pemangkasan produksi bijih nikel dapat memberi dampak pada harga, banyak faktor lain yang lebih dominan dalam menentukan harga nikel global. Kondisi pasar, keseimbangan antara pasokan dan permintaan, serta dinamika global seperti peningkatan permintaan nikel untuk kendaraan listrik menjadi faktor yang lebih penting dalam memengaruhi harga komoditas ini. (Zan)