JagatBisnis.com – Ketidakjelasan mengenai izin peredaran iPhone 16 di Indonesia terus menjadi perbincangan hangat, meskipun Apple telah melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia. Dalam diskusi yang diadakan pada Selular Business Forum (SBF) dengan tema “Menghitung Untung Rugi Larangan iPhone 16 bagi Masyarakat dan Negara”, para pembicara mengungkapkan sejumlah dampak negatif akibat ketidakpastian ini, yang merugikan berbagai pihak.
Masalah Sertifikat TKDN dan Ketidakpastian Peraturan
Hingga kini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum memperpanjang sertifikat TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) untuk iPhone 16, karena Apple belum merealisasikan komitmen investasi sebesar Rp 271 miliar. Meski begitu, iPhone 16 terus masuk ke Indonesia melalui jalur khusus, dengan jumlah unit yang meningkat pesat, mencapai 11.000 unit pada 10 November 2024, dan mengalami kenaikan 2.000 unit dalam dua minggu terakhir.
Apple telah menawarkan investasi sebesar 100 juta dolar AS (sekitar Rp 1,58 triliun) kepada pemerintah Indonesia selama dua tahun, namun pemerintah Indonesia menginginkan investasi sebesar 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 15,8 triliun) dalam waktu satu tahun. Ketidakjelasan ini memicu ketegangan dan merugikan berbagai pihak.
Dampak pada Masyarakat dan Negara
Ketidakpastian izin peredaran iPhone 16 menimbulkan sejumlah kerugian, terutama bagi masyarakat dan negara. Para distributor resmi ponsel kehilangan pendapatan dari penjualan iPhone 16, dan pasar Indonesia pun menjadi rentan terhadap penyelundupan produk ilegal.
Heru Sutadi, Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), mengungkapkan bahwa masalah ini merugikan konsumen. Ia mengisahkan pengalaman warga Indonesia yang membeli iPhone 16 di Malaysia, namun tidak dapat menggunakan perangkat tersebut di Indonesia. “Masalah ini membuka peluang untuk munculnya tindakan ilegal, seperti penyelundupan dan penipuan, serta munculnya IMEI bodong,” tambahnya.
Konsumen juga kehilangan hak atas layanan purna jual yang seharusnya mereka dapatkan. “Sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak atas layanan purna jual dan penyelesaian pengaduan,” tegas Heru.
Pemerintah Harus Pertimbangkan Investasi yang Lebih Menarik
Ekonom dari LPEM FEB UI, Teuku Riefky, berpendapat bahwa larangan peredaran iPhone 16 tidak tepat. Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia membandingkan investasi Apple di Indonesia dengan negara lain, seperti Vietnam, yang menerima investasi jauh lebih besar, yakni Rp 256,22 triliun, dengan lebih dari 200 ribu lapangan pekerjaan. “Apple akan berinvestasi jika mereka melihat keuntungan. Jika Vietnam menawarkan lingkungan yang lebih baik, mereka akan lebih memilih berinvestasi di sana,” ujar Riefky.
Menurutnya, hambatan seperti ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan, dan tingkat korupsi di Indonesia menjadi alasan Apple lebih memilih negara lain. “Berdasarkan data dari World Bank, Indonesia membutuhkan 11 dokumen untuk memulai usaha, sedangkan Vietnam hanya membutuhkan 8 dokumen,” tambahnya.
Musyawarah untuk Mencari Solusi
Moch S Hendrowijono, seorang pengamat telekomunikasi, juga menekankan pentingnya musyawarah antara pemerintah Indonesia dan Apple untuk menyelesaikan masalah ini. “Pemerintah Indonesia perlu mengajak Apple bermusyawarah untuk mencari solusi yang saling menguntungkan,” ujarnya. Hendro juga mengingatkan bahwa meskipun kebijakan TKDN penting, pemerintah harus memastikan kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat atau negara, seperti kehilangan potensi pendapatan pajak dari penjualan iPhone 16.
Kesimpulan: Solusi yang Menguntungkan Semua Pihak
Dengan berbagai tantangan yang ada, kesepakatan antara Apple dan pemerintah Indonesia menjadi kunci untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Baik bagi konsumen, distributor, maupun negara, penting bagi pemerintah untuk mencari solusi yang dapat menguntungkan semua pihak. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak menghambat pertumbuhan investasi dan pasar ponsel di Indonesia, sambil tetap mengutamakan perlindungan konsumen dan menciptakan iklim bisnis yang kondusif. (Zan)