Kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) 2025 Dapat Memberatkan Industri Tekstil, API Soroti Dampaknya

Kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) 2025 Dapat Memberatkan Industri Tekstil, API Soroti Dampaknya. foto dok mitraberdaya.id

JagatBisnis.com – Kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar 6,5% untuk tahun 2025 yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto menuai sorotan tajam dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastratmaja, menilai bahwa kenaikan tersebut akan memberikan tekanan berat bagi industri tekstil dan pakaian jadi, sektor yang dikenal padat karya dan sangat bergantung pada tenaga kerja.

Jemmy menyebutkan bahwa sektor formal, termasuk tekstil, semakin tertekan. Jumlah pekerja di sektor ini terus menurun setiap tahunnya, sementara pekerja di sektor informal yang tidak mendapatkan jaminan sosial semakin meningkat. “Pekerja di sektor formal mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, namun kenyataannya banyak dari mereka yang harus bekerja di sektor informal yang tidak memberikan perlindungan tersebut,” katanya.

Industri Manufaktur Terus Tertekan

Jemmy juga menyoroti stagnannya kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang tetap berada di kisaran 18%, meskipun pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. “Persentase kontribusi industri manufaktur terhadap PDB harusnya minimal di atas 25%. Tapi kenyataannya, industri manufaktur, terutama yang padat karya seperti tekstil, terus mengalami penurunan dan bertumbangan satu per satu,” ungkapnya.

Dampak Kenaikan UMP di Daerah

Lebih lanjut, Jemmy mengingatkan bahwa daerah dengan UMP lebih rendah, seperti Jawa Tengah, menghadapi tekanan lebih besar karena kenaikan UMP 6,5% ini. Industri tekstil di daerah-daerah tersebut semakin terjepit dengan biaya operasional yang semakin tinggi. “Kenaikan UMP 6,5% akan sangat berat bagi industri padat karya seperti tekstil dan pakaian jadi. Kami sudah menghadapi banyak tantangan, dan kenaikan ini hanya akan menambah beban operasional perusahaan-perusahaan kami,” ujarnya.

Ancaman Bonus Demografi

Selain itu, Jemmy mengingatkan bahwa kontribusi sektor manufaktur dalam PDB Indonesia selama 10 tahun terakhir terus menurun. Ini menjadi masalah yang perlu segera ditangani, terutama dengan adanya ancaman terhadap bonus demografi Indonesia yang diperkirakan akan tercapai pada 2030-2035. “Jika lapangan kerja tidak tercipta, pengangguran akan menjadi masalah besar yang harus kita pikirkan bersama,” tambahnya. (Zan)