JagatBisnis.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengonfirmasi bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada 2025 telah melalui proses yang panjang dan kajian ilmiah. Keputusan ini telah dibahas secara komprehensif dan disahkan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang juga mencakup kebijakan penyesuaian tarif pajak lainnya.
Dalam Podcast Cermati Edisi Khusus pada Selasa (26/11), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ini dilakukan secara bertahap. Sebelumnya, penyesuaian tarif PPN juga telah dilakukan pada tahun 2023, dari 10% menjadi 11%, dan kini menuju 12%. Meskipun keputusan ini menuai pro dan kontra, Dwi mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari kontrol sosial yang positif.
Penyesuaian Tarif dan Program Pemerintah untuk Daya Beli Masyarakat
Dwi menekankan bahwa penyesuaian tarif PPN tidak dapat dilihat sepihak. Pemerintah telah memperkenalkan berbagai program untuk memperkuat daya beli masyarakat. Salah satunya adalah perpanjangan bracket penghasilan dengan tarif terendah 5% yang semula berlaku hingga penghasilan Rp 50 juta, kini diperluas hingga Rp 60 juta. Selain itu, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) UMKM dengan penghasilan hingga Rp 500 juta, tarif PPN dikenakan sebesar 0%, sementara penghasilan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar hanya dikenakan pajak sebesar 0,5%.
“Upaya ini bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat meskipun ada penyesuaian tarif PPN,” jelas Dwi.
Barang dan Jasa yang Dikecualikan dari PPN
Dwi juga menjelaskan bahwa tidak semua barang dan jasa akan dikenakan PPN. Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, garam, daging, telur, susu, sayuran, serta jasa kesehatan, pendidikan, asuransi, transportasi umum, dan ketenagakerjaan, akan dibebaskan dari PPN. Ini merupakan langkah pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama pada sektor-sektor yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
“Artinya, meskipun ada kenaikan PPN, pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat dengan membebaskan barang dan jasa esensial dari PPN,” tambahnya.
Dengan kebijakan yang menyeluruh ini, Dwi berharap bahwa penyesuaian tarif PPN dan berbagai program pendukung akan menciptakan keseimbangan antara pendapatan negara dan keberlanjutan ekonomi masyarakat. (Hky)