JagatBisnis.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan akan segera berkoordinasi dengan PT PLN (Persero) dan Kementerian Keuangan untuk merumuskan langkah-langkah terkait rencana suntik mati Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Rencana ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbasis batu bara, dengan target untuk menyelesaikan proses ini dalam 15 tahun ke depan.
Bahlil menegaskan bahwa ia akan patuh terhadap perintah Presiden dan menyiapkan perhitungan serta langkah-langkah implementasi yang melibatkan berbagai pihak terkait. “Sebagai menteri, saya akan menghitung, membuat langkah-langkah, dan mengkoordinasikan dengan PLN dan Kementerian Keuangan,” kata Bahlil usai menghadiri acara Minerba Expo di Jakarta pada Senin (25/11).
Presiden Prabowo sebelumnya menargetkan proses suntik mati PLTU dapat diselesaikan dalam waktu 15 tahun, meskipun tantangan besar dihadapi mengingat kapasitas terpasang PLTU batu bara Indonesia yang mencapai 20.418,50 megawatt (MW), berkontribusi sekitar 29,57% terhadap sistem kelistrikan nasional. Sementara kapasitas pembangkit listrik berbasis energi hijau pada 2023 baru mencapai 8.786 MW.
Beberapa PLTU yang direncanakan untuk pensiun dini sebelum tahun 2030 termasuk PLTU Cirebon-1, PLTU Suralaya, PLTU Paiton, dan PLTU Ombilin. Selain itu, beberapa PLTU akan menjalani program pensiun dini melalui skema coal phase down, di mana operasi akan terus berjalan hingga berakhirnya kontrak jual beli listrik.
Purnomo Yusgiantoro, Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam rencana ini, terutama untuk PLTU milik swasta. “Jika PLTU milik pemerintah tidak ada masalah, tetapi untuk yang dimiliki swasta harus berhati-hati, terutama jika kontraknya belum habis,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menambahkan bahwa rencana suntik mati PLTU hingga tahun 2040 memerlukan biaya besar, dengan estimasi sekitar US$ 26 miliar (Rp 400 triliun) untuk pensiun dini. Sebagai alternatif, investasi besar diperlukan untuk mengembangkan energi terbarukan yang dapat menggantikan peran PLTU dalam menyediakan kebutuhan energi nasional. (Hky)