Ekbis  

Insentif Baru untuk Industri Hulu Migas: Meningkatkan Iklim Investasi dan Produksi Nasional

Insentif Baru untuk Industri Hulu Migas: Meningkatkan Iklim Investasi dan Produksi Nasional. foto dok ruangenergi.com

JagatBisnis.com – Industri hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia mendapatkan dorongan signifikan melalui insentif baru yang diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan produksi nasional. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 yang merevisi kontrak bagi hasil migas, menggantikan Peraturan Menteri sebelumnya yang dianggap kurang menarik bagi investor.

Apa yang Baru dalam Regulasi?

Regulasi terbaru ini menekankan kepastian bagi hasil yang dapat diterima kontraktor, dengan kisaran antara 75% hingga 95%. Ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan dengan kontrak sebelumnya, di mana bagi hasil bisa sangat rendah, bahkan mencapai nol persen dalam kondisi tertentu.

Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi, Ariana Soemanto, menyatakan bahwa perubahan ini penting untuk menyeimbangkan kepentingan antara kontraktor dan pemerintah. “Kepastian bagi hasil yang lebih baik akan mendorong investasi yang lebih besar di sektor ini,” ujarnya.

Baca Juga :   15 Proyek Migas Siap Dongkrak Produksi Nasional, Investasi Rp 8,7 Triliun Digelontorkan!

Menariknya Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional

Regulasi baru ini juga memberikan insentif bagi Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional (MKN), di mana bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93%-95% di tahap awal. Ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan lapangan-lapangan migas yang belum tersentuh, seperti WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Hudi D. Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, menambahkan bahwa insentif ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi, terutama dalam menghadapi tantangan teknis yang ada di lapangan.

Fleksibilitas dan Simplifikasi

Salah satu poin kunci dalam peraturan ini adalah penyederhanaan parameter bagi hasil. Dari 13 komponen, kini hanya ada 5 komponen yang menjadi acuan, yaitu jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrastruktur, harga minyak, dan harga gas. Simplifikasi ini bertujuan untuk membuat perhitungan bagi hasil lebih implementatif dan menarik.

Baca Juga :   15 Proyek Migas Siap Dongkrak Produksi Nasional, Investasi Rp 8,7 Triliun Digelontorkan!

Kontraktor kini juga memiliki fleksibilitas untuk memilih antara model kontrak gross split atau cost recovery, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan proyek masing-masing. “Ini memberikan ruang bagi kontraktor untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka,” jelas Ariana.

Tanggapan Positif dari Industri

Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Indonesia (IPA) menyambut baik langkah pemerintah dalam merumuskan regulasi baru ini. Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, berharap agar revisi aturan perpajakan juga segera diselesaikan untuk meningkatkan daya tarik bagi investor.

Baca Juga :   15 Proyek Migas Siap Dongkrak Produksi Nasional, Investasi Rp 8,7 Triliun Digelontorkan!

Dengan adanya insentif baru ini, diharapkan akan ada peningkatan signifikan dalam produksi migas nasional. SKK Migas mencatat bahwa pada September 2024, produksi gas nasional mencapai rekor baru dengan 7.399 juta kaki kubik per hari, dan produksi minyak mencapai 578.272 barrel per day (bopd) pada semester pertama 2024.

Tantangan yang Masih Dihadapi

Meskipun ada insentif, tantangan dalam sektor hulu migas tetap ada, terutama terkait keekonomian lapangan. Hudi menegaskan pentingnya kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk memastikan realisasi investasi dan peningkatan produksi sesuai target nasional.

Dengan langkah-langkah baru ini, pemerintah berharap dapat menghidupkan kembali minat investasi di sektor hulu migas, yang pada gilirannya diharapkan mampu berkontribusi terhadap peningkatan produksi migas dan stabilitas ekonomi nasional. (Mhd)