JagatBisnis.com – Pemerintah perlu segera mengkaji ulang kebijakan harga patokan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang saat ini ditetapkan sebesar US$ 70 per ton. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, evaluasi ini mendesak dilakukan mengingat harga tersebut belum mengalami perubahan sejak 2018.
Hendra menjelaskan bahwa beban operasional perusahaan batubara semakin meningkat, ditambah dengan kewajiban pembayaran royalti yang tinggi. “Saat ini, arus kas perusahaan sangat tertekan. Evaluasi harga patokan ini dapat membantu meringankan beban dan memastikan pemenuhan pasokan batubara kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN),” tegasnya.
Ketidakpastian dalam Implementasi Mitra Instansi Pengelola (MIP) Batubara
Selain itu, IMA juga mengkritik lambatnya proses implementasi Mitra Instansi Pengelola (MIP) Batubara. Hendra menyatakan bahwa ketidakpastian ini mengganggu para pelaku usaha, yang khawatir bahwa skema yang belum teruji ini justru akan menambah beban arus kas perusahaan.
Saat ini, perusahaan batubara sudah dikenakan kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 30% di bank domestik selama tiga bulan. “Sementara itu, harga batubara saat ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga tekanan ini bisa semakin berat bagi pelaku usaha,” imbuh Hendra.
Dukungan dari PT Bukit Asam Tbk
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Niko Chandra, menegaskan bahwa pihaknya siap mendukung kebijakan pemerintah dalam pemenuhan pasokan batubara domestik. Niko berharap regulasi terkait skema MIP segera disahkan agar dapat memberikan dampak positif bagi kinerja keuangan PTBA.
Kesimpulan
Dengan situasi yang semakin menantang, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan evaluasi harga patokan DMO batubara dan mempercepat implementasi MIP. Langkah ini tidak hanya akan meringankan beban perusahaan, tetapi juga menjamin kelancaran pasokan batubara domestik yang vital bagi industri dan masyarakat. (Hky)
