JagatBisnis.com – Pertamina EP Zona 14 Papua Field (PEP Papua), bagian dari Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina, tengah gencar melakukan eksplorasi untuk meningkatkan produksi minyak di wilayah ujung timur Indonesia. Dengan produksi minyak yang saat ini mencapai 800 barel per hari (BPOD), PEP Papua berkomitmen untuk menghadapi tantangan besar dan mengoptimalkan fasilitas yang ada untuk mempertahankan bahkan meningkatkan angka produksi tersebut.
Menurut Deni Kurniawan, Assistant Manager Papua Well Services PT Pertamina EP, lapangan Papua merupakan lapangan mature di mana hampir 90% dari produksinya adalah air. “Ini adalah tantangan besar bagi kami. Kami berupaya untuk mengoptimalkan produksi dan fasilitas yang ada,” ujar Deni dalam Sosialisasi Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2024 di Sorong, Jumat (14/9).
Strategi Pengeboran untuk Meningkatkan Produksi
Untuk menghadapi tantangan ini, PEP Papua melaksanakan program pengeboran yang meliputi pengeboran eksplorasi dan pengembangan. Tahun ini, Papua Field menargetkan pengeboran tiga sumur. Salah satu dari sumur-sumur ini adalah Buah Merah (BMR)-01, yang saat ini belum menghasilkan produksi minyak. Dua sumur eksplorasi lainnya yang akan dilakukan adalah North East Markisa (NEM)-01 dan Bitangur (BIT)-01. Deni optimis bahwa pengeboran ini akan menambah produksi di Papua Field.
“Untuk tahun 2025, kami menargetkan pengeboran empat sumur pengembangan di Salawati. Keempat sumur tersebut adalah SLW-F2X, SLW-F3X, SLW-E6X, dan SLW-C4X. Harapannya, dengan pengeboran ini, produksi Papua Field dapat meningkat signifikan,” tambah Deni.
Tantangan Non-Teknis dalam Pengembangan
Namun, upaya ini tidak tanpa kendala. Deni menjelaskan beberapa tantangan yang dihadapi PEP Papua, di antaranya adalah dampak pengembangan Provinsi Papua Barat Daya terhadap jalur pipa migas Klamono-Sorong. Perubahan infrastruktur seperti pelebaran jalan dapat memengaruhi fasilitas pipa yang ada.
Selain itu, pembebasan lahan untuk sumur eksplorasi dan pengembangan sering kali menghadapi masalah hukum adat dan peraturan daerah yang belum terbarui. “Kita menghadapi tantangan dalam hal pembebasan lahan yang mengacu pada hukum adat yang sering kali tidak tertulis. Belum ada pembaruan terkini mengenai Peraturan Daerah yang mengatur nilai kompensasi tanah dan tanaman tumbuh,” jelasnya.
Konflik tanah adat juga menjadi hambatan, terutama terkait dengan hak pengelolaan lahan yang tumpang tindih dengan perkebunan sawit. “Tantangan non-teknis ini memerlukan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan semua stakeholder untuk menemukan solusi yang tepat,” tutup Deni.
Dengan serangkaian strategi dan upaya mitigasi tantangan ini, Pertamina EP Zona 14 Papua Field berharap dapat terus meningkatkan produksi minyak dan memberikan kontribusi signifikan bagi industri migas Indonesia. (Mhd)