JagatBisnis.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi potensi kedatangan La Nina di Indonesia pada bulan Agustus 2024, berdasarkan analisis dinamika atmosfer terakhir untuk dasarian II bulan Juli. La Nina, yang biasanya berhubungan dengan peningkatan curah hujan, diperkirakan akan berdampak signifikan pada sektor pertambangan, terutama bagi perusahaan jasa pertambangan batubara.
Menurut Direktur ABM Investama (ABMM), Hans Christian Manoe, curah hujan tahun ini, terutama di Sumatera dan Kalimantan Selatan, telah meningkat drastis. Peningkatan curah hujan ini berdampak pada pengelolaan overburden (OB), yaitu lapisan batuan atau tanah yang menutupi cadangan batubara.
“Curah hujan yang tinggi ini mempengaruhi produksi OB yang saat ini sedikit lebih rendah dibandingkan target kami. Namun, kami berkomitmen untuk mengejar ketertinggalan ini dan berharap dapat mencapai produksi OB tahunan di kisaran 270-285 juta bank cubic meters (bcm),” ungkap Hans. Ia menekankan bahwa fenomena ini adalah bagian dari tantangan alam yang berada di luar kendali perusahaan, dan ABM Investama berfokus pada optimalisasi operasi tambang dan pengelolaan biaya tetap dengan mengutamakan keselamatan kerja.
Sementara itu, PT United Tractors Tbk (UNTR) masih memantau dampak curah hujan di lokasi tambang mereka. Corporate Secretary United Tractors, Sara K. Loebis, menyatakan bahwa hingga Agustus 2024, produksi berjalan sesuai rencana dan tidak mengalami gangguan signifikan. “Kami masih memeriksa apakah ada lokasi tambang yang mengalami curah hujan di atas normal,” jelas Sara.
Untuk bisnis kontraktor pertambangan, anak usaha UNTR, Pamapersada Nusantara (Pama), menargetkan volume pengupasan overburden sebesar 1,2 miliar bcm, sama dengan target tahun lalu. Total produksi Pama hingga Juni 2024 mencapai 70 juta ton, selaras dengan target akhir tahun sekitar 138 juta ton. Sara menambahkan bahwa desain tambang Pama telah mempertimbangkan risiko genangan dan pengelolaan jalan tambang untuk meminimalisir dampak cuaca ekstrem.
Di sisi lain, PT Samindo Resources Tbk (MYOH), emiten batubara yang dimiliki oleh Low Tuck Kwong, melaporkan bahwa curah hujan relatif stabil di lokasi tambang mereka. Sekretaris Perusahaan MYOH, Ahmad Zaki Natsir, mengatakan bahwa target produksi dan overburden ditentukan oleh klien. Tahun ini, target dari klien sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Untuk mengatasi dampak La Nina, MYOH berencana meningkatkan kesiapan alat berat melalui perawatan rutin agar operasional tetap maksimal, terutama dalam pembersihan jalan setelah hujan.
Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) juga mencatat bahwa intensitas hujan yang tinggi menjelang musim hujan dapat mempengaruhi produksi anggota mereka, yang sebagian besar beroperasi di Kalimantan dan Sumatera. Direktur Eksekutif Aspindo, Bambang Tjahjono, mengakui bahwa jika gangguan La Nina cukup parah, produksi batubara tahun ini bisa lebih rendah dibandingkan tahun 2023. Menurutnya, target produksi batubara yang dipatok oleh ESDM sebesar 922 juta ton mungkin terlalu optimis, mengingat produksi batubara tahun lalu hanya mencapai 775 juta ton. Jika cuaca normal, target produksi bisa mencapai 850 juta ton, namun La Nina kemungkinan besar akan mengurangi jam kerja dan mempengaruhi hasil produksi.
Dengan potensi dampak La Nina yang terus dipantau, para pelaku industri pertambangan diharapkan dapat menyesuaikan strategi mereka untuk memitigasi risiko dan memastikan keberlanjutan produksi. (Mhd)