KLHK Siapkan Standar Baru untuk Penghitungan Pengurangan Emisi dari Hutan Tanaman Industri

KLHK Siapkan Standar Baru untuk Penghitungan Pengurangan Emisi dari Hutan Tanaman Industri. foto dok rimbawan.com

JagatBisnis.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Standardisasi Instrumen LHK (BSILHK) telah meluncurkan standar baru untuk penghitungan pengurangan emisi dari pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Standar ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas mitigasi perubahan iklim dan mendukung pencapaian target emisi nasional dan internasional.

Kepala BSILHK, Ary Sudijanto, menjelaskan bahwa standar baru ini menggunakan pendekatan perbedaan cadangan karbon untuk menghitung penurunan atau penyerapan emisi. Proses penghitungan meliputi beberapa tahapan penting, seperti kelayakan program HTI, inventarisasi gas rumah kaca (GRK), analisis kategori kunci, penetapan baseline emisi, serta penghitungan potensi serapan dan pengurangan emisi dari aksi mitigasi.

Baca Juga :   Peran Penting Petani Tangguh Dalam Program Ketahanan Pangan

Ary menegaskan, “Selain sebagai panduan bagi para pemangku kepentingan, penerapan standar ini diharapkan dapat mendorong pemegang izin HTI untuk mematuhi regulasi nasional dan internasional, sehingga mereka dapat memperoleh sertifikasi dan akses ke pasar karbon.”

Standar ini tidak hanya berfungsi untuk mendukung permintaan kayu bulat bagi industri perkayuan, tetapi juga berperan dalam memenuhi komitmen Indonesia dalam Long-Term Strategy for Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement (LTS-LCCP) dan pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC). Target pembangunan hutan tanaman di Indonesia pada tahun 2030 adalah mencapai luas 11,22 juta hektar, sebagaimana tercantum dalam SOIFO 2022. Target ini mendukung pencapaian ‘Indonesia’s FOLU Net Sink 2030’ dan pelaksanaan Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Baca Juga :   Menteri LHK Instruksikan Jajaran Perbaiki Diri, Bangun Institusi yang Bersih

Ary menambahkan, “Integrasi pembangunan HTI dalam strategi mitigasi perubahan iklim merupakan peluang strategis untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi.” Dia juga menggarisbawahi pentingnya mengelola HTI sebagai sumber serapan karbon dan mengurangi emisi GRK. Dengan pendekatan UU Cipta Kerja, Perijinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) diharapkan dapat memanfaatkan potensi ini untuk meningkatkan revenue, tidak hanya dari kayu tetapi juga dari nilai ekonomi karbon, produk hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan ekowisata.

Baca Juga :   Pemerintah Indonesia Berkomitmen Tangani Masalah Sampah dengan Pendekatan Holistik

Ary menyarankan bahwa untuk meningkatkan integritas karbon, diperlukan tata kelola yang baik. “Semakin tinggi tata kelola, semakin tinggi pula nilai karbonnya. Dengan demikian, hutan tanaman yang sebelumnya hanya menghasilkan revenue dari produk kayu kini bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari HHBK, ekowisata, dan karbon,” jelasnya.

Dengan penerapan standar baru ini, KLHK berharap dapat mendorong pengelolaan HTI yang lebih efektif dan berkelanjutan, serta mendukung pencapaian target emisi dan perlindungan lingkungan di Indonesia. (Hky)