JagatBisnis.com – Tren kenaikan harga biodiesel yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir diprediksi akan berdampak signifikan pada biaya produksi, khususnya di sektor pertambangan dan alat berat. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel untuk bulan Agustus 2024 telah ditetapkan sebesar Rp 12.382 per liter. Ini merupakan kenaikan sebesar Rp 221 per liter dari harga bulan Juli yang sebesar Rp 12.161 per liter.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menjelaskan bahwa perubahan harga ini berlaku efektif mulai 1 Agustus 2024, berdasarkan surat Direktur Jenderal EBTKE nomor T-2832/EK.05/DJE.B/2024 tanggal 28 Juli 2024. “Harga biodiesel mengalami kenaikan signifikan dari Rp 10.896 per liter pada Januari 2024 menjadi Rp 12.382 per liter di bulan Agustus,” ujar Agus dalam keterangan resminya pada Kamis (1/8).
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, biaya bahan bakar merupakan komponen krusial dalam biaya operasional perusahaan tambang. “Sekitar 25-35% dari biaya operasional perusahaan tambang berasal dari bahan bakar. Dengan adanya kenaikan harga biodiesel, terutama karena kewajiban penggunaan B35, beban biaya operasional tentu akan meningkat,” kata Hendra pada Jumat (2/8).
Hendra menambahkan bahwa untuk mengatasi dampak kenaikan ini, perusahaan tambang perlu fokus pada efisiensi operasional dan memastikan produksi tetap maksimal sesuai target. Sementara itu, Direktur PT Dana Brata Luhur Tbk (TEBE), Hendry Narindra Dewantoro, menyebutkan bahwa meski kenaikan harga biodiesel mempengaruhi biaya operasional, dampaknya relatif tidak signifikan. “Biaya bahan bakar berkontribusi sekitar 20-30% dari total biaya operasional kami. Kami memiliki formulasi harga yang mempertimbangkan perubahan harga bahan bakar; biasanya penyesuaian harga berlaku efektif jika ada perubahan harga bahan bakar lebih dari 10%,” ujar Hendry pada Jumat (2/8).
Di sisi lain, Ketua Umum Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI), Yushi Sandidarma, mengungkapkan bahwa kenaikan harga biodiesel akan mempengaruhi biaya operasional industri alat berat. “Kami akan bernegosiasi dengan pemilik proyek dan mencari cara untuk meningkatkan efektivitas produksi guna mengurangi dampak kenaikan biaya bahan bakar,” jelas Yushi.
HIP BBN jenis biodiesel dihitung berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024. Agus menjelaskan bahwa konversi Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar USD85/MT diperhitungkan dalam formula HIP, yaitu HIP = (Harga CPO KPB Rata-rata + USD85/ton) x 870 kg/m3 + Ongkos Angkut. “Ongkos angkut mengacu pada besaran maksimal yang ditetapkan dalam keputusan menteri, dengan kurs yang digunakan adalah rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 25 Juni hingga 24 Juli 2024 sebesar Rp 16.286,” tutup Agus.
Dengan harga biodiesel yang terus meningkat, industri di sektor pertambangan dan alat berat dihadapkan pada tantangan baru dalam mengelola biaya operasional. Adaptasi dan strategi efisiensi menjadi kunci untuk menghadapi perubahan harga bahan bakar yang berpotensi berlanjut. (Mhd)