Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Dinilai Bertentangan dengan UU: Kontroversi Pengalokasian Lahan Tambang

Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Dinilai Bertentangan dengan UU: Kontroversi Pengalokasian Lahan Tambang. foto dok himaba.fkt.ugm.ac.id

JagatBisnis.com – Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024 mengenai pengalokasian lahan tambang bagi investasi. Namun, keputusan ini kini menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang menilai perpres tersebut bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya, khususnya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar, mengungkapkan bahwa Perpres ini melanggar prinsip delegasi wewenang yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Dalam undang-undang tersebut, pelimpahan kewenangan seharusnya dilakukan dari pejabat atau badan pemerintahan yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Namun, dalam Perpres 76/24, pelimpahan wewenang terjadi antar menteri dengan kedudukan sejajar tetapi dalam sektor yang berbeda—dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Baca Juga :   MUI Haramkan Perpres Miras

“Perpres ini seharusnya tidak melanggar UU. Namun, dengan adanya pengurangan wewenang dalam pengelolaan tambang, terdapat efek negatif karena ESDM yang bertanggung jawab secara operasional dan pengawasan kini dipangkas wewenangnya,” kata Bisman.

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai bahwa Perpres 76/2024 juga bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Menurutnya, UU tersebut secara jelas menetapkan bahwa Menteri ESDM adalah pihak yang berwenang memberikan dan mencabut izin pertambangan. Namun, Perpres ini mengalihkan wewenang tersebut ke Menteri Investasi/BKPM, yang dinilai bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada.

Baca Juga :   Jimly Asshidiqie: Perpres Miras Sangat Merusak

“Perpres ini berpotensi menimbulkan dampak negatif karena statusnya yang di bawah UU. Aturan dalam Perpres tidak bisa melangkahi ketentuan undang-undang,” ungkap Fahmy.

Peneliti dari Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman, juga menyebutkan adanya kepentingan tertentu dalam Perpres ini. Penambahan tiga pasal baru—Pasal 5A, Pasal 5B, dan Pasal 5C—dalam Perpres memberikan hak istimewa kepada Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.

“Perpres ini sepertinya dimodifikasi untuk memberi wewenang lebih besar kepada Bahlil Lahadalia. Penambahan pasal ini memungkinkan Bahlil untuk memberikan izin tambang kepada organisasi masyarakat, yang dapat mempermudah proses pemberian izin,” ujar Ferdy.

Ferdy juga menggarisbawahi bahwa Perpres ini dapat menyebabkan dualitas dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), mengingat proses seharusnya dilakukan melalui satu pintu di Direktorat Jenderal Minerba di bawah Kementerian ESDM.

Baca Juga :   Ada Keterkaitan Antara Netizen Indonesia Tidak Sopan dengan Perpres Miras

Menurut Pasal 5B ayat 1 dalam Perpres 76/2024, Menteri Pembina Sektor dapat mendelegasikan wewenangnya kepada Menteri Investasi/BKPM. Ini berarti, Menteri ESDM bersama dengan beberapa kementerian lainnya dapat mengalihkan wewenang penetapan dan pemberian WIUPK kepada BKPM.

Perpres Nomor 76 Tahun 2024 menimbulkan kontroversi terkait pelimpahan wewenang dan pengaturan izin pertambangan. Meskipun bertujuan untuk mempermudah proses investasi, peraturan ini dinilai berpotensi menciptakan kebingungan dan benturan dengan undang-undang yang ada. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali regulasi ini untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang lebih tinggi serta meminimalkan dampak negatif bagi pengelolaan sumber daya alam dan investasi di Indonesia. (Hky)