Industri Baja Global Kelebihan Kapasitas, Pemerintah Diminta Lanjutkan Program Ini

jagatbisnis.com – JAKARTA. The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) melaporkan bahwa berdasarkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) industri baja global mengalami kelebihan kapasitas hingga 625 juta ton dan diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan.

Di sisi lain, muncul kebijakan-kebijakan yang semakin protektif untuk melindungi industri baja dari masing-masing negara, khususnya negara-negara maju. Amerika Serikat (AS) telah mengenakan bea masuk untuk produk baja sebesar 25% sejak tahun 2018 dan terus berlaku hingga sekarang bahkan tarif bea masuk ini berpotensi untuk dinaikkan lebih tinggi, khususnya untuk produk baja dari Tiongkok.

Proteksi pemerintah AS ini masih ditambah lagi dengan kebijakan perlindungan dari praktik perdagangan tidak adil melalui  anti dumping (AD), countervailing duty (CVD) dan safeguards (SG) yang dilaksanakan secara masif. Langkah proteksi ini diperkirakan mengakibatkan tarif rata-rata impor produk baja ke AS mencapai 47,5%.

Baca Juga :   IISIA Prediksi Konsumsi dan Produksi Baja Nasional Naik 5,4% pada 2024

Di samping AS, Uni Eropa (UE) juga memproteksi industri baja mereka melalui kebijakan AD, CVD dan SG serta segera memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) sebagai instrumen baru dengan dalih perlindungan lingkungan.

Kebijakan yang sama juga diambil berbagai negara lainnya seperti; India, Kanada, Australia, Meksiko, Argentina, Brasil dan lainnya. Termasuk negara-negara di kawasan ASEAN, dalam melindungi industri baja masing-masing melalui berbagai instrumen kebijakan pemerintah.

Direktur Eksekutif IISIA Widodo Setiadharmaji mengatakan kebijakan AD, CVD, dan SG selain menunjukkan sikap proteksionisme dari pemerintah global juga membuktikan bahwa praktik perdagangan tidak adil nyata-nyata marak terjadi di berbagai negara dan tentunya di Indonesia.

Baca Juga :   IISIA Mendukung Langkah Pemerintah Berantas Peredaran Baja Non-SNI

“OECD dalam laporannya menyimpulkan bahwa kondisi industri baja global tersebut telah mengakibatkan perusahaan baja yang paling kompetitif pun akan sulit bertahan hidup. Dengan demikian dapat dipahami langkah kebijakan pemerintah global dalam melindungi industri baja masing-masing,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Rabu (22/05).

Ia menambahkan, kelebihan kapasitas global, proteksionisme dan praktik perdagangan tidak adil akan menjadikan Indonesia sebagai sasaran impor dari negara lain jika tidak terdapat dukungan kebijakan yang memadai.

“Banjir impor merupakan momok yang menghantui dan mengancam keberlangsungan industri baja nasional. IISA menyampaikan apresiasi dan mengharapkan dukungan lebih lanjut atas berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintah,” tambahnya.

Baca Juga :   IISIA Mendukung Langkah Pemerintah Berantas Peredaran Baja Non-SNI

Untuk mencegah hal buruk terjadi pada industri baja dalam negeri, keberlanjutan atas beberapa kebijakan penting harus dilanjutkan.

Misal, kebijakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (3DN) oleh Kemenko Bidang Kemaritiman & Investasi dan Kementerian Perindustrian.

Lalu, kebijakan neraca komoditas oleh Kemenko Bidang Perekonomian dan Kementerian Perindustrian, kebijakan SNI oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

Kemudian, kebijakan trade remedies oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan, kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) oleh Kementerian ESDM.

“Serta, kebijakan scrap sebagai bahan baku daur ulang industri oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dan berbagai kebijakan lainnya merupakan kebijakan yang sangat penting yang perlu terus ditingkatkan efektivitasnya,” kata Widodo. (Hfz)

MIXADVERT JASAPRO