Lebih dari 40 Tahun Dipakai pada Botol PET, Peneliti: Masyarakat Tak Perlu Cemas Soal EG pada Kemasan

JagatBisnis.com – Jumlah kasus balita alami gagal ginjal akibat kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada obat batuk di Indonesia terus bertambah. Jumlah sudah lebih dari 200 kasus. Selain pada obat batuk, EG diketahui juga terdapat pada kemasan plastik Polietilena Tereftalat (PET) yang banyak digunakan pada kemasan air minum yang banyak beredar di pasaran. Meski begitu, kadarnya masih rendah dan diklaim aman.

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Mochamad Chalid mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan (EG) pada kemasan pangan berbahan PET. Karena kandungan EG pada kemasan PET memiliki kadar rendah dan proses yang aman.

“Masyarakat tidak perlu panik terkait kandungan EG dan DEG dalam kemasan Botol PET masih dalam tahap aman dan selalu dalam pengawasan BPOM. Karena ada batas-batas zat tersebut dalam produk pangan yang bisa ditoleransi,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (22/10/2022).

Dia menerangkan, meskipun berasal dari senyawa yang sama, tapi proses dan kadar kandungannya berbeda. Misalnya, dalam obat sirop EG dicampurkan dalam bentuk cair dan ikut diminum. Sementara, penggunaan EG pada kemasan botol adalah sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.

“Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh dan ikut diminum. Sedangkan dalam kemasan PET, senyawa EG ini sekadar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer dan hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat Celcius,” tegas dia.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo, meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang menggunakan bahan EG dalam proses pembuatannya, termasuk kemasan air mineral yang berbahan PET. Karena penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung EG sangat diperlukan, meskipun sudah diberikan izin edar.

“Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten,” imbuh Rahmad. (eva)

MIXADVERT JASAPRO