Empat Bulan Disuspend, Nasib Saham Garuda Tidak Menentu

JagatBisnis.com – Analis Bina Arta Sekuritas, M Nafan Aji mengatakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara (suspend) perdagangan saham PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, sejak 18 Juni 2021. Hampir 4 bulan, belum ada tanda akan dicabut.

“Tak terasa hampir empat bulan memang, saham Garuda kena suspend. Karena, otoritas bursa belum melihat adanya perbaikan terhadap kelangsungan usaha. Penyelesaian utang yang cukup besar, serta kinerjanya belum meyakinkan,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (2/11/2021).

Saat ini, kata dia, investor cenderung menanti alias wait and see. Bagaimana kelanjutkan proses restrukturisasi utang emiten penerbangan bersandi GIAA yang mencapai Rp70 triliun. “Kalaupun program restrukturisasi sudah disepakati, investor masih akan melihat bagaimana kinerja perusahaan khususnya keuangannya,” papar Nafan.

Terkait isu Garuda bakal ditutup, menurutnya, tak banyak memengaruhi pasar. Lantaran itu tadi, saham GIAA masih di-suspend. Di mana, kebijakan suspend dari BEI ini bertujuan untuk melindungi investor. “Untuk restrukturisasi, Garuda kan tetap harus punya duit gede. Dalam hal ini, pemerintah yang bisa menolong Garuda. Jadi, bolanya di tangan pemerintah,” ungkapnya.

Baca Juga :   Ini Alasan Presiden Jokowi Pilih Carter Garuda Indonesia

Sementara, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi menilai, keuangan Garuda sebesar Rp70 triliun, sangat sulit diselamatkan. Melalui akun twitter @AchsanulQosasi, Garuda nekat mengoperasikan 35 pesawat dari 142 pesawatnya yang tak diizinkan lessor lantaran utang belum dibayar.

Achsanul menilai, kelangsungan usaha Garuda sangat berat. Banyak sekali dugaan penyelewengan keuangan negara yang terjadi, memantik jebolnya arus kas maskapai penerbangan pelat merah itu. “Rata2 EBITDA s/d Sept minus USD 84 jt/bln. Saat Pemeriksaan 2019, sewa pesawat yg boros tak sesuai FeetPlan,” ungkapnya.

Baca Juga :   Usai Ditegur, Garuda Perbaiki 19 Pesawat

Sekedar informasi, EBITDA kepanjangan dari Earning (pendapatan), Before (sebelum), Interest (bunga), Tax (pajak), Depreciation (depresiasi) dan Amortization (amostisasi).

Definisi sederhana dari EBITDA adalah alat ukur kinerja keuangan sebuah perusahaan, yang bertindak sebagai alternatif untuk metrik lain seperti pendapatan, atau laba bersih. Ketika EBITDA negatif, artinya, keuangan perusahaan tersebut sedang batuk-batuk alias tak sehat.

Achsanul menuliskan, Garuda itu besar pasak daripada tiang. Pendapatannya jauh di bawah biaya operasional. Tiap bulan, Garuda tekor hingga US$53 juta. Asumsi Rp14.000 per US$, kerugian Garuda itu setara Rp742 miliar per bulan. “GA akan sulit Beroperasi, dg revenue hanya berkisar USD 23,2juta, sdgkan Biaya USD 75 juta/bulan (Lease, Personel Cost dan Overhead). Artinya, Rugi ~USD53 juta/bln,” bebernya. Penyakit ini akumulasi dr kinerja yg tak effisien sjk dulu, shg tak mampu survive saat masalah tiba (Pandemi),” paparnya.

Baca Juga :   Kasus Korupsi Garuda, Hasil Bersih-Bersih BUMN

Per 30 September, total utang Garuda mencapai US$4 miliar, atau setara Rp70 triliun. Sementara pendapatan Garuda minim. Sebagai perusahaan yang telah Go Public, Garuda boleh dibilang sudah di ujung tanduk.

“Total hutang Garuda per 30 Sept 2021 ~USD 4 Milyar (Rp 70 Trilyun), dg total EBITDA Negatif USD 817 juta. Inipun sebelum PSAK 73. Ada 856 kreditur domestik dan LN, dg kepentingan berbeda-beda, belum lagi Garuda wajib mengakomodir kepentingan publik dan pemegang saham lainnya,” ungkapnya. (pia)

MIXADVERT JASAPRO